BLORA, Lingkarjateng.id – Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, menilai upaya hilirisasi pertanian padi harus dimasifkan agar hasil produksi tidak hanya berupa gabah namun sudah menjadi produk beras siap masak.
“Pemda harus melihat peluang-peluang kecil dari sektor pertanian. Jangan hanya melihat capaian angka panen yang ada dan dibagi kebutuhan dasar pangan masyarakat Blora,” Kata Siswanto yang juga menjadi ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Blora.
Hasil panen padi di Kabupaten Blora surplus, bahkan turut menjadi penopang pangan nasional. Namun menurut Siswanto serapan padi petani tidak diserap maksimal oleh industri di Kabupaten Blora.
“Dari data BPS, tahun 2024 Kabupaten Blora dapat memproduksi lebih dari 420 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG). Namun proses dari gabah menjadi beras tidak terserap industri yang ada di Kabupaten Blora,” ungkapnya.
“Kita boleh bangga produksi gabah tinggi. Tapi sudah sewajarnya juga berdampak signifikan untuk peluang kerja masyarakat Blora,” sambungnya.
Menurutnya hilirisasi pertanian sangat mendukung perekonomian rakyat sebab industri ini ada proses packing, distribusi, hingga pajak untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu yang terpenting adalah serapan tenaga kerja lokal, sehingga dapat menekan angka pengangguran di Kabupaten Blora.
“Kalo Kabupaten Blora hanya mampu memproduksi gabah bukan beras, ya, keuntungan daerah tidak dapat maksimal, eman potensinya,” ucapnya.
Di sisi lain, Siswanto mendukung program Presiden Prabowo bahwa pembelian gabah dari petani yang minimal pembelian Rp6.500 perkilogram Gabah Kering Panen (GKP). Menurutnya dari penerapan itu dapat memicu ekonomi petani yang didominasi dari masyarakat desa.
“Potensi sektor pertanian padi ini sangat besar. Harapannya kalau di Kabupaten Blora dapat stabil panennya, maka bisa memicu perputaran ekonomi dikalangan petani mencapai angka Rp 3 Triliun hingga Rp4 Triliun pertahunnya,” harapnya. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Lingkarjateng.id)