GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Menjelang akhir tahun 2024, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Grobogan kembali mendapatkan kucuran dana insentif fiskal (DIF) sebagai apresiasi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia senilai Rp 17 miliar.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Grobogan, Anang Armunanto, saat pertemuan dan focus group discussion (FGD) dimensi responden expert survei penilaian integritas (SPI) baru-baru ini.
“Kabupaten Grobogan meraih apresiasi dan penghargaan dari pemerintah pusat dalam bentuk insentif fiskal sekitar Rp 17 miliar,” ujar Anang.
Anang menjelaskan bahwa hasil SPI turut berpengaruh pada indikator perolehan insentif fiskal. Menurutnya, dalam waktu yang sangat singkat di tahun ini sebagian anggaran tersebut rencananya akan dipakai untuk menyelesaikan peningkatan jalan di Kota Purwodadi.
“Kemungkinan untuk pengerjaan fisik (tengah kota) yang mengerjakannya cepat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, beberapa titik yang rencananya akan dilakukan peningkatan yaitu Jalan A. Yani mulai dari Tugu Tani sampai perempatan RS Panti Rahayu (Yakkum) dan sepanjang Jalan D.I Panjaitan dan Hayam Wuruk. Namun, proyek tersebut akan dilakukan secara bertahap belum sampai tuntas. Selain itu, Jalan dr. Sutomo sampai Bundaran Simpang Lima Purwodadi juga akan mendapat peningkatan.
Meski begitu, ungkap Anang, penggunaan alokasi dana insentif fiskal hingga saat ini masih dikonsultasikan kembali penggunaannya.
“Itu tadi baru rencana, masih dikonsultasikan dulu, karena dana insentif fiskal penggunaannya spesifik,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Grobogan, Afi Wildani, menambahkan bahwa adanya kucuran insentif fiskal sejumlah Rp 17.412.912.000 akan digunakan perbaikan aspal jalan dalam kota, namun hal itu belum secara final.
“Tapi kepastiannya masih menunggu persetujuan Kemenkeu sesuai PMK (Peraturan Menteri Keuangan),” ungkapnya.
Menurut Afi, kucuran DIF dari Kemenkeu tersebut didapat berkat upaya Pemkab Grobogan yang berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem, kinerja penggunaan produk dalam negeri, dan kategori kinerja percepatan belanja daerah. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Lingkarjateng.id)