Keteladanan Syeh Mahfudz Termas dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa

POTRET: Ani Tawing Sri, S.Pd.I., Guru PAI di SDN Bleber, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati. (Dok. Pribadi/Lingkarjateng.id)

*Oleh: Ani Tawing Sri, S.Pd.I., Guru PAI di SDN Bleber, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati

PENDIDIKAN karakter penerus bangsa di tingkat Sekolah Dasar (SD) merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan sedini mungkin. Selain mereka generasi penerus bangsa, juga bangsa ini membutuhkan generasi penerus yang berkarakter prima. Mengenai hal ini, para pemerhati pendidikan sudah jauh-jauh hari mengingatkan agar di lembaga pendidikan dasar diajarkan pendidikan karakter dalam interaksi belajar-mengajar.

Bentuk nilai-nilai karakter perlu dimiliki peserta didik di tingkat SD dapat berupa kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, dan sebagainya. Idealnya, pembinaan karakter siswa harus selalu diupayakan, baik oleh kepala sekolah, guru, maupun siswa itu sendiri dalam rangka pembentukan karakter siswa.

Seperti yang terjadi di SDN Bleber Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, di mana perilaku siswa mengalami perubahan budi pekerti, sopan santun serta agama yang terasa asing. Jika hal ini berkelanjutan, maka bukan hanya sumber daya manusia (SDM) saja yang rusak, tapi juga bangsa dan negara.

Oleh karena itu, implementasi pendidikan karakter religius pada siswa yang meniru peran tokoh panutan sangat menentukan, terutama dalam hal mengetahui profil tokoh, perjuangannya, dan terutama keilmuannya dengan melalui bimbingan guru diharapkan dapat mengarahkan siswa yang berorientasi pada nilai-nilai karakter religius.

Tentu, terciptanya karakter peserta didik yang baik menjadi dambaan lembaga pendidikan, sekaligus juga menjadi kebanggaan bagi para orang tua siswa. Meskipun dalam beberapa kasus, masih disaksikan karakter peserta didik yang tidak terpuji, seperti tawuran sesama pelajar, membolos, berkata bohong, dan sebagainya.

Berbagai tampilan perilaku negatif yang terjadi di kalangan peserta didik menunjukkan kerapuhan dan ‘kegentingan’ karakter, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan dasar. Dalam konteks ini, pembentukan karakter peserta didik tidak hanya dibebankan pada pendidik, tetapi juga para orang tua siswa harus ikut berkontribusi dalam pembentukan karakter anaknya.

Pendidikan karakter yang ingin ditemukan dalam kajian ini adalah (1) nilai keagamaan yakni berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya, (2) nilai karakter berkaitan dengan pribadi sebagai manusia yang berupa kejujuran, tanggung jawab, pekerja keras, pencari ilmu, dan sebagainya, (3) kerja keras; (4) Nilai karakter berkaitan dengan orang lain seperti bantu-membantu, harga-menghargai, dan sebagainya, (5) Nilai karakter berkaitan dengan ekologi, dan (6) Nilai karakter berkaitan dengan ke-Indonesia-an.

Upaya mencapai karakter yang optimal di Sekolah Dasar, harus dilakukan dengan bentuk keteladanan. Upaya membentuk karakter peserta didik di Sekolah Dasar dapat dilakukan dengan bentuk-bentuk peneladanan karakter, pembiasaan karakter, penciptaan karakter, dan pengintegrasian, serta penginternalisasian karakter positif terhadap peserta didik di lembaga pendidikan tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan survei terhadap 110 peserta didik di lingkungan SDN Negeri Bleber, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati tentang peranan keteladanan tokoh terhadap karakter religius terhadap peserta didik. Dalam survei tersebut, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yaitu: Apakah keteladanan tokoh itu penting, apakah implementasi keteladanan tokoh dalam pembentukan karakter religius peserta didik, seberapa penting peran keteladanan tokoh terhadap karakter religius siswa. Hasil dari pertanyaan-pertanyaan tersebut terdapat lebih banyak siswa yang menjawab sangat penting, karena menyangkut dengan pembentukan akhlak peserta didik yang agamis. Keteladanan tokoh idola merupakan contoh figur dalam melakukan pembiasaan beribadah dalam kehidupan sehari-hari yang bisa berimbas pada karakter peserta didik.

Bumi Nusantara dan tanah Jawa khususnya banyak menghasilkan ulama dan penuntut ilmu syar’i. Hal ini dibuktikan dalam sejarah pada abad 18 hingga abad 20, Nusantara begitu poduktif melahirkan para ulama berkelas Internasional, bahkan mereka menjadi pengajar di Masjidil Haram dan Kota Makkah.

Di antara ulama tanah Jawa yang lahir di tanah Jawa adalah Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi, ulama Nusantara yang memiliki garis keturunan ilmiah yang kuat dalam bidang hadis. Keterampilannya tidak hanya tercermin dalam penulisan beberapa buku yang telah menjadi acuan di berbagai Universitas Haramian dan Indonesia, tetapi juga dalam peranannya sebagai ‘dosen’ Nusantara pertama yang dipercaya pemerintah untuk mengajar kitab Shahihul Bukhari di Universitas Masjidil Haram.

Genealogi keilmuan hadis at-Tarmasi melibatkan warisan langsung dari Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasi, dan beberapa muhaddis lainnya. Melalui jejak genealoginya yang menghubungkan langsung ke para tokoh besar tersebut, at-Tarmasi menjadi muhaddis pertama dari Nusantara yang mendunia. Pencapaiannya tidak hanya terbatas pada popularitasnya, tetapi juga sebagai sosok yang menghidupkan kembali ilmu dirayah. Melalui karya-karya maupun buah pikir di bidang keilmuan, siswa SD dapat meneladani sifat-sifat utama dalam rangka pembentukan karakter siswa yang senantiasa bersemangat menuntut ilmu disertai akhlak yang mulia.

Nama lengkapnya, Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul al-Mannan alTarmasi, al-Jawi, al-Makki, al-Syafi’i. Dia dikenal sebagai seorang imam yang ahli dalam bidang fikih, ushul al-fiqh, hadits, dan qira’at. Kelahirannya terjadi pada 12 Jumadil Ula tahun 1285 H / 31 Agustus 1868 M di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, wilayah Pesisir Selatan Jawa Timur.

Al-Tarmasi adalah putra sulung dari Kyai Abdullah. Ia memiliki beberapa adik kandung, antara lain Kyai Dahlan, Nyai Tirib, Kyai Dimyati, yang juga pernah belajar di Makkah dan ahli dalam Ilmu Waris, Kyai Muhammad Bakri yang mahir dalam Qira’ah, Sulaiman Kamal, Muhammad Ibrahim, dan Kyai Abdurrazaq yang ahli dalam Thoriqat dan merupakan seorang murshid thoriqah dengan pengikut di seluruh Jawa. Keluarga al-Tarmasi berasal dari keturunan keluarga pesantren, yaitu Pesantren Pondok Tremas Pacitan yang didirikan oleh kakeknya, Kyai Abdul Manan. Masa kecilnya dihabiskan di lingkungan Pesantren Tremas, yang pada saat itu, Pondok Tremas diasuh oleh ayahnya, Kyai Abdullah.

Pada saat mencapai usia 6 tahun pada tahun 1291 H, Syeikh Abdullah menginginkan agar putranya, Syeikh Mahfudz at-Termasi, dibawa ke Kota Mekkah. Keputusan ini diambil oleh ayahnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan beliau akan pengetahuan agama Islam. Syeikh Abdullah ingin agar putranya dapat memperoleh pembelajaran yang mendalam melalui studi beberapa cabang ilmu pengetahuan Islam, dan oleh karena itu, Beliau menitipkan anaknya kepada ulama di Kota Mekkah tersebut.

Perjalanan beliau ke kota Makkah berulang kali yang akhirnya menetap dan meninggal di Makkah.

Mayoritas karya tulis Syeikh Mahfudz dibuat di Makkah, dan proses penulisan kitab kitab yang diciptakannya dilakukan oleh para santri yang belajar di Makkah. Para santri tersebut kemudian menjadi ulama terkemuka yang memimpin pesantren-pesantren ternama di Nusantara.

Kyai Mahfudz At-Tarmasi merupakan ulama Nusantara yang produktif. Banyak karya yang telah dihasilkan oleh beliau. Di antara keistimewaan Syaikh At Tarmasi adalah menguasai berbagai bidang ilmu syar’i, dan memiliki perhatian besar terhadap dunia sanad, beliau menggabungkan antara sanad Qurra’ dan sanad Muhadditsin.

Ilmu At-Tarmasi, tidak hanya terbatas pada disiplin hadis atau bidang ilmu tertentu, melainkan juga merambah ke berbagai cabang ilmu seperti qira’ah, fikih, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, fokus utamanya tetap pada disiplin hadis, yang membuatnya dijuluki sebagai tokoh yang menghidupkan kembali ilmu hadis, khususnya dalam aspek kritik sanad dan kritik matan hadis, dibandingkan dengan ulama Indonesia lainnya.

Untuk menumbuhkan pembentukan karakter religius pada peserta didik, guru PAI dapat melaksanakan strateginya dengan efektif dan efisien melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang disesuaikan dengan kurikulum, adapun strategi yang digunakan adalah keteladanan dan pembiasaan.

Dengan menjadikan Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi guru, maka kita dapat mencontoh akhlaknya yang mulia sehingga siswa SD dapat memahaminya dan menerapkan akhlak-akhlak terpuji yang dimiliki oleh Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi dalam kehidupan, baik di sekolah maupun di masyarakat.

Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi merupakan seorang guru yang alim waallaamah dan senantiasa menjaga sikapnya agar dapat menjadi teladan bagi para murid (peserta didik) beliau. Sifat-sifat sebagai seorang panutan pada diri Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi yaitu: (1) Mu’allim, yaitu menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan baik secara teoritis maupun praktis; (2) Murabbi, yaitu mampu menyiapkan, mengatur, mengelola, membina, membimbing, mengarahkan, serta memelihara murid; (3) Mudarris, yaitu mengajarkan ilmunya kepada murid; (4) Mursyid yaitu memberi petunjuk kepada murid; (5) Muaddib, yaitu mendidik tata krama agar muridnya menjadi orang yang beradab dan berakhlak mulia.

Dengan keteladanan dapat dapat dijadikan suatu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, terutama dalam pembentukan karakter siswa karena hakikat pendidikan adalah mencapai kemampuan sains, serta senantiasa mengharapkan keridhaan Allah.

Sekolah Dasar merupakan pendidikan dasar sebagai fondasi dalam mempersiapkan penerus bangsa yang berakhlak mulia. Dengan meneladani ulama atau guru yang menjadi idolanya, anak didik akan meniru apa yang dilakukan oleh idolanya sebagaimana pepatah Jawa “guru adalah orang yang digugu lan ditiru”. Sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak didik merupakan tuntutan realistis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman yang negatif atau perenungan imajinasi belaka, melainkan agar manusia menerapkan pada dirinya. Demikianlah, keteladanan dalam Islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Dapat disimpulkan bahwa, dalam penerapan pendidikan di SD, hendaknya mencontoh pribadi Rasulullah SAW., dan beliau-beliau yang dianggap representatif seperti salah satu ulama yang alim wa’alamah yaitu Muhammad Mahfuzd at-Tarmasi. (*)

Exit mobile version