SALATIGA, Lingkarjateng.id – Peraturan Daerah (Perda) Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2024 tentang kenaikan retribusi sudah diterapkan. Perda ini mengatur terkait kenaikan retribusi pedagang kaki lima Kota Salatiga.
Sesuai ketentuan, sepanjang belum ada kesepakatan untuk membentuk Perda perubahan, aturan tersebut harus dilaksanakan.
Artinya, kenaikan retribusi pedagang oprokan (pedagang kaki lima) yang sudah diterapkan harus berjalan.
“Jika masih ada pedagang yang keberatan dengan kenaikan itu, mungkin saja tarif retribusi bisa dinaikkan secara bertahap. Tergantung kesiapan dari para pedagang. Tetapi karena Perda sudah diundangkan harus tetap berjalan. Kecuali ada kesepakatan untuk membentuk Perda perubahan,” kata Pj Wali Kota Salatiga Yasip Khasani, Jumat (31/5).
Adapun target retribusi yang tertera dalam Perda tersebut yaitu Rp15 ribu. Kendati demikian, Yasip, menegaskan pintu dan ruang berembuk untuk mencari solusi terbaik sangat terbuka.
“Masih sangat terbuka untuk diobrolkan lagi. Sebuah Perda ada tenggat waktu untuk dijalankan. Target kita segitu (retribusi Rp 15.000). Tapi jika pedagang nggak mampu, ayo bagaimana caranya supaya mampu. Misalnya saat ini belum siap, hanya siapnya Rp5.000 kemudian enam bulan ditata lagi siapnya Rp6.000 hingga berapa bulan kemudian akan tercapai Rp15 ribu,” terangnya.
Yasip menilai, untuk mencari solusi terbaik terkait penolakan kenaikan retribusi tersebut bisa dengan mempertemukan pihak terkait seperti pedagang kaki lima, Dinas terkait dan DPRD.
Pedagang kaki lima yang merasa keberatan dengan kenaikan retribusi, bisa memberikan masukan yang konstruktif melalui saluran yang tersedia, seperti mengadu ke DPRD atau ke Dinas Perdagangan.
“Masukan-masukan itu ada salurannya, kalau mau demo, ya ndak papa kalau itu dianggap salurannya. Tapi jangan anarkis. Berikan masukan kepada wakil rakyat, kemudian Dinas yang membidangi. Tapi berikan masukan yang konstruktif,” katanya.
Ia juga meminta agar pedagang mengirimkan perwakilannya saat pertemuan dengan DPRD atau Dinas Perdagangan.
Selain itu, jika ada keberatan kenaikan tarif retribusi harus kembali dihitung dengan harga barang yang dijual atau biaya operasional (biaya overhead) pedagang.
“Salah satu biaya overhead adalah terkait dengan tempat. Apakah dia beli atau sewa itu harus dianggarkan dalam membentuk sebuah harga. Kan tinggal dihitung omzet mereka perhari itu berapa porsi tinggal dibagi sampai Rp 15.000. Nanti tinggal hasilnya mau menaikkan harga atau mau mengurangi keuntungan,” tandasnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)