Tak Hanya Curah Hujan, BPBD Ungkap Penyebab Lain Banjir di Pati

Tak-Hanya-Curah-Hujan,-BPBD-Ungkap-Penyebab-Lain-Banjir-di-Pati

ILUSTRASI: Topografi Eks Karesidenan Pati. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya mengungkapkan bahwa, selain tingginya curah hujan yang mengguyur Kabupaten Pati dalam beberapa hari terakhir, ternyata ada faktor lain yang menyebabkan banjir di Pati terjadi baru-baru ini. Pihak BPBD Pati mengatakan bahwa, topografi atau permukaan bumi Kabupaten Pati dinilai berpengaruh sebabkan banjir.

Martinus menjelaskan bahwa, topografi Kabupaten Pati berbentuk cekung, dan Kabupaten Pati dikelilingi oleh Gunung Muria yang terletak di sebelah Utara serta Pegunungan Kendeng yang terletak di sebelah Selatan. Sehingga wilayah tengah, termasuk daerah Pati Kota merupakan dataran rendah yang menjadi tempat berkumpul aliran air hujan dari hulu.

“Di samping memang ada cuaca ekstrem di bulan Juli tapi masih ada curah hujan yang tinggi. Secara topografi atau bentuk rupa bumi, Pati seperti mangkok. Ada istilah kalau Pati itu rumah air. Jadi air itu dari mana-mana masuknya ke Pati,” ungkap Martinus.

Diguyur Hujan Deras, Ini Sejumlah Titik Banjir di Pati

Dirinya pun sependapat dengan pakar dan ahli sejarah maupun arkeologi yang mengatakan bahwa wilayah Pati dulunya merupakan lautan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan fosil binatang laut di wilayah Kecamatan Sukolilo yang secara topografi merupakan dataran tinggi.

“Konon dulu kabarnya kan sini lautan. Sukolilo itu tinggi, tapi di sana ditemukan fosil-fosil binatang laut, seperti kulit kerang. Artinya, memang di zaman dulu Pati adalah laut atau tempatnya air,” imbuhnya.

Martinus menambahkan, banjir di Pati yang terjadi baru-baru ini khususnya wilayah bagian Utara, juga disebabkan karena naiknya permukaan air laut.

“Fenomena naiknya air laut sampai saat ini juga masih berlangsung. Ketika air laut naik, maka aliran sungai yang seharusnya masuk ke laut justru malah kembali. Hal ini terjadi berbarengan, tingginya curah hujan di daerah hulu dan juga air laut yang pasang,” pungkasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version