SMP di Kudus Ajarkan Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama

SMP di Kudus Ajarkan Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama

MEMPERINGATI: Siswa siswi SMP 1 Kudus saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. (Hasyim Asnawi/Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id Memperingati Hari Besar Islam (PHBI), salah satu satu SMP di Kudus yaitu SMP 1 Kudus menggelar acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lapangan sekolah. Uniknya, peringatan tersebut juga dibarengkan dengan kegiatan siswa non muslim yaitu doa dan makam bersama.

Hal tersebut menunjukkan adanya iklim toleransi dan kerukunan umat beragama yang diajarkan kepada peserta didik. Meskipun berbeda agama, masing-masing kegiatan berjalan dengan baik dan menciptakan keselarasan bersama.

Guru Kesiswaan SMP 1 Kudus, Abu Sofyan menyampaikan bahwa, SMP 1 Kudus diharapkan dapat menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi semua peserta didik berbagai agama.

Siswa muslim mengikuti acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lapangan. Sementara, siswa Kristen menggelar doa bersama (Rosario) dan siswa Hindu serta Katholik mengikuti kegiatan makan bersama.

“Kami berikan ruang yang berbeda untuk siswa yang non muslim menggelar kegiatan keagamaan. Sehingga bisa menciptakan keselarasan dan mengajarkan indahnya perbedaan,” jelasnya pada Kamis, 13 Oktober 2022.

Ia pun menambahkan, tidak ada pembedaan agama dalam memberikan perlakuan kepada peserta didik. Semua mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama, termasuk dalam hal menaati peraturan dan mengikuti kegiatan di sekolah.

Dalam hal ini, baik siswa muslim dan non muslim mengenakan pakaian adat Kudusan. Hal tersebut bertujuan untuk mengajarkan anak-anak mencintai budaya dan kearifan lokal daerahnya sendiri. 

Peraturan yang baru dicanangkan tersebut, kata dia, rencananya akan berlaku setiap tanggal 23 di setiap bulannya. Sehingga, seluruh warga sekolah baik guru, staf tata usaha hingga para siswa diimbau mengenakan pakaian adat Kudusan.

“Tanggal 23 diputuskan oleh Kepala Sekolah karena bertepatan dengan Hari Jadi Kudus,” jelasnya.

Meski demikian, berkaitan dengan pakaian adat Kudusan juga diterapkan secara fleksibel, sehingga menyesuaikan kondisi dan kebutuhan para siswa.

Konsepnya ialah siswa putra menggunakan iket kepala, atasan kemeja putih, dan bawahan sarung batik. Sedangkan siswa putri atasan jilbab bagi yang muslim, atasan blues atau kebaya, dan bawahan jarik. 

“Untuk alas kaki, bebas. Bersepatu atau sandal, yang penting menyesuaikan dan tidak sandal jepit,” tandasnya.

Dengan mencanangkan kebiasaan baru tersebut, dirinya berharap siswa-siswi dapat terbiasa mengenal kebiasaan dan pakaian adat Kudusan. Sehingga, rasa patriotisme dan kecintaan terhadap kearifan budaya Kabupaten Kudus semakin tinggi.

“Artinya, pakaian ini membiasakan anak mencintai kearifan budaya lokal kudus, seperti pembiasaan pakaian adat di Bali dan Jogja. Harapan kami seperti itu,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hasyim Asnawi – Koran Lingkar)

Exit mobile version