Rp 39 Miliar Dianggarkan untuk Pembangunan SIHT di Kudus

BEKERJA: Buruh pabrik rokok sedang bekerja. (Ihza Fajar/Lingkarjateng.id)

BEKERJA: Buruh pabrik rokok sedang bekerja. (Ihza Fajar/Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.idPemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus menganggarkan Rp 39 Milliar untuk pembangunan SIHT (Sentra Industri Hasil Tembakau) di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo tahun ini.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi (Disnakerperinkop) dan UKM Kudus, Rini Kartika Hadi, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan tanah aset milik daerah untuk pembangunan SIHT.

“Tahun 2023 ini pemerintah menyiapkan program di tanah aset daerah dalam membangun SIHT di daerah Desa Klaling Jekulo,” ujarnya, pada Kamis, 5 Januari 2023.

Namun sebelum pembangunan tersebut, Disnakerperinkop dan UKM akan menyusun masterplan, pembuatan Detail Enginering Design (DED), dan UPL agar tanah yang akan dibangun kondisinya steril.

“Kemudian kita menyusun masterplan, DED, UPL, dan lain-lain. Terpenting tanah itu harus bersih dulu lalu dibangun,” jelasnya 

Setelah pembangunan SIHT selesai, baru akan disiapkan sarana dan prasarananya. Jadi tahapan pada tahun ini menyesuaikan asistensi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov).

“Jadi tahapan 2023 sesuai asistensi dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten harus dipenuhi tahapannya,” tuturnya.

Sementara itu, dirinya juga menuturkan mengenai besaran alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang lebih kecil ketimbang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang didapat Pemkab Kudus. Serapan alokasi dana itu diakuinya tidak optimal.

“Untuk DBHCHT kami akui tidak optimal karena ada kendala teknis, kita harus sesuai RKP. Contoh, pengadaan tanah itu terhenti,” terangnya.

Pengadaan tanah senilai Rp 18 milliar itu tidak terserap dengan baik karena tidak sesuai RKP. Dikatakannya, pada tahun 2022, pihaknya membeli tanah untuk pembangunan SIHT di Mijen Kaliwungu. Ketika ada perubahan APBD maka ditambahi alokasi DBHCHT senilai Rp 24 milliar untuk pembangunan.

“Saat itu pembangunan di perubahan tidak memungkinkan waktunya. Jadi Rp 18 milliar ditambah Rp 24 milliar yang tidak terserap dari cukai. Untuk serapannya masih 25 persen,” tutupnya. (Lingkar Network | Ihza Fajar – Koran Lingkar)

Exit mobile version