Pelajar Belum Miliki SIM, Ketua DPRD Jepara Minta Pengadaan Bus Sekolah Dikaji

DISKUSI: Ketua DPRD Jepara, Haizul Ma'arif berdiskusi dengan Kepala Dishub Jepara, Trisno Santoso dalam dialog interaktif jaring asmara. (Muslichul Basid/Lingkarjateng.id)

DISKUSI: Ketua DPRD Jepara, Haizul Ma'arif berdiskusi dengan Kepala Dishub Jepara, Trisno Santoso dalam dialog interaktif jaring asmara. (Muslichul Basid/Lingkarjateng.id)

JEPARA, Lingkarjateng.id – Saat ini tren pelajar membawa kendaraan pribadi sudah dianggap biasa. Namun hal itu juga menimbulkan dilema karena tidak semua pelajar sudah memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi).

Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jepara Haizul Ma’arif dalam dialog interaktif menjaring aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Gus Haiz sapaan akrab Ketua DPRD Jepara mengungkapkan, fenomena ini tentu akan membahayakan bagi keselamatan para pelajar itu sendiri.

“Situasi kondisi seperti ini tentu dilematis, sebab ada pergeseran di mana masyarakat sekarang lebih nyaman dan suka menggunakan kendaraan motor atau mobil pribadi,” ujarnya.

Menurut Gus Haiz, perlu adanya solusi dan terobosan dari para pemangku kebijakan dalam hal ini bisa dari dinas pendidikan bersama dengan pihak sekolah memberikan arahan kepada wali murid dengan membuat aturan terkait keberangkatan sekolah.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, apabila memang hasil kajian di lapangan hasil akhirnya merekomendasikan pentingnya keberadaan transportasi massal, maka sudah barang tentu pemerintah dan eksekutif akan membahas bersama-sama.

“Sehingga kebijakan ini ketika di ambil bisa tepat sasaran dan tepat guna. Jangan sampai program kegiatan sudah digedok tetapi penempatan tidak sesuai,” imbuhnya.

Terkait keberadaan bus sekolah yang baru-baru ini menjadi alternatif sebagai upaya pihak sekolah mengurangi pemakaian kendaraan oleh para murid, Gus Haiz menilai harus ada kajian-kajian data lapangan terlebih dahulu.

“Kalau pihak sekolah sudah mempunyai fasilitas kendaraan sendiri, maka teknis operasionalnya ya kita kembalikan ke sekolah. Sebaliknya kalau fasilitas itu milik pemerintah, maka sudah barang tentu pihak sekolah dan wali murid harus berembuk terkait penggunaan layanan operasional, apakah itu digunakan untuk umum, atau khusus untuk siswa di sekolah tersebut atau juga untuk siswa-siswi yang jarak rumahnya dari sekolah sangat jauh,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Trisno Santoso bahwa saat ini keberadaan angkutan dalam kota maupun angkutan pedesaan jumlahnya sangat berkurang drastis.

Hal inilah yang kemudian membuat anak-anak sekolah dan orang tua murid cenderung lebih memilih kendaraan pribadi. Sehingga, menurutnya, memang diperlukan terobosan-terobosan baru terkait permasalahan tersebut agar tidak mengorbankan kepentingan dan keselamatan anak-anak.

“Salah satunya dengan moda transportasi terintegrasi seperti yang sudah ada di kota-kota besar seperti busway, MRT dan BRT termasuk wacana pengadaan bus sekolah,” tandasnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)

Exit mobile version