Pekerja Borong Minta Ketetapan UMK Kudus 2023 Direvisi

MELINTING ROKOK: Ilustrasi pekerja borong rokok saat sedang membuat rokok jenis SKT di Kabupaten Kudus. (Nisa Hafizhotus S/Lingkarjateng.id)

MELINTING ROKOK: Ilustrasi pekerja borong rokok saat sedang membuat rokok jenis SKT di Kabupaten Kudus. (Nisa Hafizhotus S/Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id – Pekerja borong mengaku tidak setuju dengan ketetapan upah minimum kabupaten atau UMK Kudus 2023  yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) baru-baru ini. Salah satu yang tidak setuju yakni Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Kabupaten Kudus.

FSP RTMM menilai bahwa penetapan UMK Kudus dari Pemprov Jateng belum mengakomodir permintaan para pekerja borong. Oleh karena itu, mereka meminta Bupati Kudus agar mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait penetapan UMK Kudus tahun 2023 dengan struktur upah.

Kepala FSP RTMM Kabupaten Kudus, Subaan, mengatakan bahwa SE Bupati dinilai mampu mendukung penetapan upah bagi pekerja borong secara lebih baik. Pasalnya, penetapan UMK Kudus 2023 dari Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah tidak memberikan dampak kenaikan yang signifikan kepada buruh rokok borong.

Subaan menerangkan, UMK Kudus  2023 berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah yang telah disahkan dan akan dijalankan per 1 Januari 2023 mendatang sebesar Rp2.439.813. Menurutnya, penetapan itu hanya akan memberikan kenaikan kepada buruh borong sekira Rp59.000 saja.

“Karena kita ‘kan acuannya upah yang berjalan saat ini (UMK 2022 dari SE Bupati Kudus) yaitu Rp2.381.111, kalau dihitung naiknya cuma Rp59.000 untuk UMK tahun 2023 nanti. Ini ‘kan kalau dibandingkan dengan kenaikan harga BBM dan sembako tidak masuk sama sekali,” terangnya.

Tertinggi di Pati Raya, UMK Kudus 2023 Ditetapkan Rp 2.439.813

Apalagi, tambah Subaan, apabila dirinci dengan satuan upah yang diterima oleh buruh rokok borong, justru kenaikan itu tidak nampak dampaknya bagi upah para pekerja borong. Saat ini, buruh rokok borong di Kudus diberikan upah melalui satuan upah atau berdasarkan hasil yang dia dapat membuat rokok.

Satu batang rokok sendiri dihargai sekira Rp 38,2 untuk tahun 2022. Sehingga apabila dia bisa menghasilkan 1000 batang rokok, maka akan diupah sekira Rp38.200.

“Kalau biasanya bisa buat 3000 batang rokok dalam sehari. Jadi tinggal dikalikan saja, 3000 batang rokok dikalikan Rp 38,2 itu upah yang diterimanya per hari. Tapi ada juga yang menghasilkan dibawah 3000 batang rokok per hari dan ada juga yang lebih,” bebernya.

Kemudian, bila dikaitkan dengan kenaikan UMK Kudus 2023 nanti, Subaan menghitung hanya akan ada kenaikan upah sekira Rp 0,4 saja per batang rokok. Artinya, kenaikan upah yang akan diterima buruh rokok borong per 1000 batang nanti hanya Rp38,600 per hari.

Dengan alasan tersebut, FSP RTMM meminta turunnya SE Bupati yang juga bisa mengatur ketentuan bagi upah buruh borong.

Subaan menyebut, jika menggunakan perhitungan RTMM yakni mengacu pada Permenaker tahun 2018 dengan menggunakan upah yang berjalan saat ini, yakni Rp2.381.111 dikalikan inflasi 6,40 maka akan ketemu nominal Rp3.533.502 per bulan.

Formula itu bila diterapkan untuk upah buruh rokok borong, maka kenaikan yang akan didapat adalah sekira Rp 5 rupiah per batang rokok. Artinya, untuk 1000 batang uang dihasilkan oleh buruh dalam sehari akan beri upah sekira Rp42.000.

“Jadi kalau usulan kami diterima dengan terbitnya SE, upah buruh per 1000 batang nanti akan naik Rp5000. Yang kemarin (tahun 2022) upahnya Rp38.200, nanti (tahun 2023) jadi Rp42.000 per 1000 batangnya yang didapat dalam sehari,” jelasnya.

Selain itu, menurutnya, kenaikan upah untuk buruh rokok borong dinilai akan mendongkrak daya beli masyarakat, khususnya pekerja rokok. Oleh sebab itu, pihaknya berharap agar Bupati Kudus bisa menyetujui usulan yang diajukan dengan mengeluarkan SE Bupati Kudus untuk struktur upah.

“Kasihan buruh rokok borong, mereka yang paling tidak merasakan kenaikan UMK Kudus dari SK Gubernur itu,” tandasnya.

Menurutnya, UMK 2023 dari SK Gubernur hanyalah sebagai jaring pengaman saja untuk pekerja 0-12 bulan. Sementara untuk pekerja diatas 12 bulan masih diperjuangkan agar diterbitkannya SE Bupati Kudus.

Dirinya mengaku telah melayangkan surat untuk melakukan audiensi bersama Bupati Kudus dan membahas perkara tersebut. Apabila nanti hasilnya tetap tidak dikeluarkan SE, maka pihaknya akan menggelar aksi keprihatinan di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus.

“Surat sudah kita layangkan kemarin, karena Bupati sedang umrah, kita belum tau nanti kita akan disambut oleh siapa. Tapi kami berharap SE tetap terbit, kalau tidak, ya, kita akan melakukan aksi keprihatinan,” tandasnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus S – Koran Lingkar)

Exit mobile version