GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Sejumlah perwakilan petani penggarap Tanah Kalimati Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, yang tergabung dalam Organisasi Rakyat Petani Pejuang Reforma Agraria (PPRA) mendatangi Kantor Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Grobogan. Kedatangan para petani tersebut untuk meminta audiensi atau kejelasan terkait status tanah yang digarap. Sebab saat ini tanah tersebut diklaim milik BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai).
Kepala ATR/BPN Kabupaten Grobogan Herry Sudiartono mengatakan, audiensi yang dilakukan warga Kandangrejo itu untuk meminta kejelasan status atau sertifikat tanah yang sudah digarap selama puluhan tahun. Sebab, tanah tersebut saat ini diklaim milik BBWS Pemali Juana yang berkantor di Semarang.
Pihaknya menyarankan ke warga untuk berkoordinasi dengan BBWS, sebab pihak ATR/BPN hanya bisa membuatkan sertifikat tanah jika tanah itu memiliki status yang jelas.
“Setelah kita lihat historisnya, tanah di Desa Kandangrejo ini, masih berkaitan dengan aset yang diklaim oleh BBWS. Jadi, saran kami, ya komunikasi dulu dengan pihak terkait. Tadi saya sampaikan ada empat hal yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikatnya, kepemilikannya jelas, penguasaannya jelas, penggunaan dan pemakainya jelas. Jadi, untuk di Kandangrejo ini pemanfaatan dan penggunaan oleh masyarakat, tapi di satu pihak BBWS mengklaim bahwa mereka itu merasa memiliki dan menguasai karena terkait dengan sungai. Dan historisnya ada perjanjian sewa antara masyarakat dengan PSDA. Untuk selanjutnya, ya harus ada komunikasi intensif antara warga dengan instansi terkait yang mengklaim tanah tersebut,” ujarnya usai beraudiensi dengan warga di Aula Kantor ATR/BPN Grobogan, Rabu (29/06).
Sementara itu, Koordinator PPRA Kandangrejo Edi Haryono mengatakan, di desa tersebut terdapat 180 KK (kepala keluarga) yang menggarap tanah dengan jumlah luas lahan sekitar 39 hektar. Bahkan, warga yang menggarap tanah sudah turun temurun.
Oleh karena itu, pihaknya bersama warga datang ke kantor ATR/BPN untuk mendapatkan kejelasan, sebab sepengetahuan dia, untuk melegalkan tanah atau mendapatkan sertifikat lahan harus ke ATR/BPN.
“Mulai merdeka sampai sekarang. Warga yang menggarap itu bisa dikatakan ratusan tahun, karena dari bapaknya tadi ada yang usia 79 tahun, sedangkan itu peninggalan dari orang-orang tuanya dulu,” jelasnya. (Lingkar Network | Muhamad Ansori – Koran Lingkar)