PATI, Lingkarjateng.id – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pati mengaku kesulitan untuk menangani pencemaran air sungai akibat limbah industri tepung tapioka yang berada di Kecamatan Margoyoso. Pasalnya, limbah yang berbau sangat menyengat ini mengganggu indra penciuman masyarakat yang ada di bantaran sungai.
Kepala DLH Pati, Tulus Budiharjo mengatakan bahwa hal ini merupakan masalah lama yang hingga saat ini belum bisa terselesaikan. Dirinya menyadari kesulitan dari para pengusaha dalam mengolah limbah, terlebih sebagian besar yang terlibat dalam industri adalah kelas menengah ke bawah.
“Perlu kita akui sampai sekarang bisa dikatakan apa yang kita upayakan belum maksimal. Karena ini menyangkut home industry. Penanganannya beda dengan industri besar. Apalagi setiap rumah di sana hampir punya industri, dengan limbah yang besar juga,” ungkap Tulus.
Dirinya juga telah beberapa kali meminta bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah pusat dan akademisi untuk mengolah limbah pabrik sebelum dibuang ke sungai supaya tidak mencemari ekosistem sungai.
Akan tetapi, upaya tersebut nampak belum menemukan hasil dikarenakan besaran limbah yang sangat banyak setiap harinnya.
“Dulu ada bantuan dari pusat maupun provinsi, tapi belum bisa mengatasi masalah tersebut. Kapasitas limbah sangat besar. Setiap harinya saja, berdasarkan studi yang dilakukan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan ITP (Institut Teknologi Bandung) sudah ribuan ribu kubik,” tambahnya.
DPRD Pati Sutikno Harap Ada Edukasi Pengolahan Limbah Singkong
Lebih lanjut, penanganan dari daerah hulu yang beberapa kali dilakukan juga dirasa belum maksimal. Alhasil, masyarakat yang berada di daerah pesisir yang menjadi korban.
Pihaknya juga mengaku sering mendapat aduan dari warga sekitar karena bau busuk yang sangat menyengat akibat limbah produksi ketela yang dibuang ke sungai.
“Banyak komplain yang masuk kemari, kita selesaikan di tingkat desa dan kecamatan. Kalau bau itu pasti,” tandasnya. Kesulitan lain yang dialami DLH dalam mengatasi permasalah limbah adalah soal anggaran yang dalam beberapa tahun terkahir dipotong untuk penanganan Covid-19. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)