SEMARANG, Lingkarjateng.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh dan jaringan elemen buruh Jawa Tengah melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (15/06). Aksi yang dilakukan buruh secara serempak di seluruh daerah di Indonesia tersebut mengusung beberapa tuntutan.
Sekretaris Perda KSPI Jawa Tengah, Aulia Hakim menjelaskan, pihaknya membawa tuntutan berupa isu nasional, sekaligus isu lokal tentang upah minimum.
“Hari ini kami dari KSPI dan elemen buruh Jawa Tengah melakukan unjuk rasa secara serentak di 34 provinsi dan 200 kabupaten/kota,” ujar Aulia Hakim.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tuntutan buruh antara lain, menolak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, menolak masa kampanye pemilu 75 hari dan kembali ke aturan UU sebelumnya yaitu 9 bulan, mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, menolak liberalisasi pertanian melalui WTO, menolak Perda Ketenagakerjaan Jawa Tengah yang berdasarkan UU Cipta Kerja dan mencabut SK Gubernur Jateng tentang UMK di 35 Kabupaten/Kota di Jateng berdasarkan UU Cipta Kerja.
Pedagang Sayur di Semarang Keluhkan Harga Sembako yang Melambung Naik
Aulia menjelaskan, dalam rapat paripurna ke-23 masa sidang V tahun 2021-2022, di Gedung DPR Senayan tepatnya pada Selasa (24/5/2022) revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) telah resmi disahkan. Meskipun Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh putusan MK, namun upaya-upaya untuk tetap mempertahankan UU tersebut terus dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI dengan cara-cara yang licik dan arogan.
Alih-alih merevisi UU Cipta Kerja, malah melakukan revisi UU PPP sebagai jalan pintas untuk melegitimasi UU tersebut. Dengan alasan klasik, revisi UU PPP tersebut dilakukan untuk merespons kebutuhan masyarakat secara nasional.
“Yang kami suarakan ada empat tuntutan besar sebenarnya, plus tambahan isu lokal. Yang pertama, kami menolak DPR RI merevisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang kedua kami menolak Omnibus Law,” tegasnya.
Ia menambahkan, sudah jelas dalam amar putusan MK tidak ada satu butir pun menyebutkan untuk merevisi UU PPP. MK juga sudah menyatakan perumusan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak menggunakan asas keterbukaan dan tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal.
Sedangkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, sudah 18 tahun terkatung-katung dan tak kunjung disahkan. Namun anehnya, Omnibus Law UU Cipta Kerja secepat itu disahkan, mengingat adanya revisi UU PPP yang justru disahkan dalam kurun waktu beberapa jam saja.
7 Pembobol BRI Semarang Batal Dituntut Jaksa, Alasannya Bikin Geleng-Geleng Kepala
Aksi demonstrasi buruh juga dimaksudkan untuk menolak keterlibatan Indonesia dalam proses liberalisasi pertanian yang saat ini masih dibahas dalam World Trade Organization (WTO) yang mengancam daya beli petani dan hasil produk pertanian, serta bertujuan mempermudah export-import pertanian.
“Yang ketiga, yang perlu kami sampaikan adalah kami menolak liberalisasi pertanian. Yang keempat, menyampaikan bahwa Undang-Undang Rumah Tangga harus disahkan. Terkait untuk tambahannya adalah kami menolak Perda Ketenagakerjaan yang sedang digodok oleh Komisi E DPRD Jawa Tengah yang membahas Omnibus Law,” imbuhnya.
Dengan mengusung beberapa tuntutan untuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, para buruh di Jawa Tengah berharap bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang telah dituntutkan dalam aksi tersebut. Apalagi KSPI dan para buruh telah melakukan gugatan kepada Gubernur di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah memasuki tahap akhir.
“Kami juga berharap dicabutnya segera SK UMK Gubernur Jawa Tengah tahun 2022 yang dibuat berdasarkan Omnibus Law. Saat ini KSPI memasuki sidang terakhir, perkara gugatan untuk Gubernur Ganjar di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan agenda kesimpulan besok (hari ini). Semoga majelis di PTUN bisa menggunakan hati nurani ketika memutuskan itu,” pungkasnya. (Lingkar Network | Wahyu Indriyati – Koran Lingkar)
Tuntutan Buruh dalam Demo di Semarang
- Menolak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
- Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
- Menolak masa kampanye pemilu 75 hari dan kembali ke aturan UU sebelumnya yaitu 9 bulan.
- Minta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Disahkan.
- Menolak liberalisasi pertanian melalui World Trade Organization (WTO).
- Menolak Perda Ketenagakerjaan Jawa Tengah yang berdasarkan UU Cipta Kerja.
- Mencabut SK Gubernur Jateng tentang UMK di 35 Kabupaten/Kota di Jateng berdasarkan UU Cipta Kerja.