Apotek Mulai Tarik Penjualan Obat Sirup, Dianjurkan Obat Tablet hingga Kapsul

BERHENTI DIJUAL: Apoteker di Apotek Kimia Farma menjelaskan soal penarikan obat cair dan obat sirup di tempatnya bekerja pada Kamis, 20 Oktober 2022. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

BERHENTI DIJUAL: Apoteker di Apotek Kimia Farma menjelaskan soal penarikan obat cair dan obat sirup di tempatnya bekerja pada Kamis, 20 Oktober 2022. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Usai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan agar penjualan obat cair maupun sirup dihentikan, sejumlah apotek di Kota Semarang mulai menutup penjualan obat cair dan sirup. 

Salah satunya adalah apotek Kimia Farma yang berlokasi di Jalan Pemuda Semarang. Dalam pantauan Koran Lingkar, tidak satu pun obat cair maupun sirup terpanjang di rak penjualan. 

Apoteker Kimia Farma Nanto mengaku apotek tempatnya bekerja tidak menjual obat cair dan obat sirup kepada konsumen sejak Kemenkes RI memberi instruksi larangan dan penghentian obat cair/sirup. 

“Kami tidak jual sejak Kemenkes memberlakukan aturan larangan obat tersebut,” ujarnya saat ditemui di Apotek Kimia Farma pada Kamis, 20 Oktober 2022.

Di apotek tersebut, tampak sejumlah petugas menyiapkan obat tablet untuk dijual kepada pembeli yang datang. Bahkan mereka terlihat sibuk menata obat tablet untuk ditata di rak tersebut. 

Nanto mengaku, sebelum ada instruksi dari Kemenkes, ada sekitar 100 obat dari berbagai jenis yang dijual. Mulai obat anak kecil hingga dewasa. Kemudian pihaknya menarik semua obat cair untuk diganti dengan obat tablet. Hal itu lantaran adanya isu soal penyakit gagal ginjal akut misterius yang menimpa anak kecil hingga ratusan korban.

“Katanya obat itu mengandung zat berbahaya. Namun kita tetap menunggu instruksi labuh lanjut dari pusat,” tegasnya.

Sementara itu, Lala (27), wanita asal Semarang mengaku sangat prihatin dengan ditariknya obat cair atau obat sirup dari apotek. Ia mengaku sering minum obat cair dibanding obat tablet ketika jatuh sakit. 

“Sering minum yang cair dibanding tablet. ‘Kan setiap orang berbeda-beda ya, dalam hal meminumnya,” ujarnya.

Disinggung soal adanya isu obat cair yang saat ini viral dikabarkan jadi salah satu pemicu gagal ginjal akut. Ia mengaku waswas dan berniat beralih ke obat tablet. 

“Kalau bisa sih dari BPOM untuk segera meneliti soal kebenaran isu tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan masyarakat,” terangnya

Seperti diketahui, untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. 

 Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengutip dari berita pers Kementerian Kesehatan RI.

Untuk itu, Kemenkes menganjurkan obat alternatif seperti tablet dan kapsul.

“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal) atau lainnya,” tandasnya. (Lingkar Network | Adimungkas – Koran Lingkar)

Exit mobile version