1.850 Pasangan di Pati Cerai, Ternyata Ini Penyebabnya

Hakim Juru Bicara kantor Pengadilan Agama Pati Kelas I Kabupaten Pati, Sutiyo. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

Hakim Juru Bicara kantor Pengadilan Agama Pati Kelas I Kabupaten Pati, Sutiyo. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Dalam bulan Januari hingga Juli 2022, sebanyak 1.850 pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Pati mengajukan perceraian. Angka perceraian tersebut tercatat di Pengadilan Agama (PA) Kelas I Pati.

Selain angka perceraian tersebut, Hakim Juru Bicara Kantor Pengadilan Agama Kelas I Pati, Sutiyo menyebutkan bahwa pihaknya telah menangani sebanyak 2.322 kasus gugatan.

“Dari awal tahun hingga Juli kemarin itu penggugatan 1.850 perkara gugatan. Gugatan itu terdiri dari cerai gugat, cerai talak, gugatan waris, gugatan hibah, gugatan bersama dan segala macam. Sedangkan gugatan ekonomi syariah ada enam perkara, jadi totalnya ada 2.322 perkara,” ujar Sutiyo, belum lama ini.

Ia menambahkan, pihaknya sudah memutus kurang lebih 89 persen gugatan dari semua gugatan perceraian yang masuk. Sisanya masih ada 200-an kasus perceraian yang belum diputuskan oleh PA Pati.

Jika dibandingkan dengan angka perceraian pada tahun 2021, lanjut Sutiyo, jumlah perceraian tahun ini mengalami peningkatan sebanyak dua persen. Angka perceraian pada 2021 tercatat sebanyak  sekitar 1.700 perkara gugatan.

“Dari sekian perkara yang masuk itu yang sudah diputus oleh Pengadilan Agama Pati sekitar 89 persen, artinya masih ada sisa 200-an perkara. Perbandingannya, dalam kurun waktu yang sama, ada kenaikan paling hanya 2-3 persen. Tahun lalu itu hanya ada 1.700 sekian (perkara gugatan). Jadi ada kenaikan 2 persen ,” imbuhnya.

Dalam kasus perceraian  di Pati, kata Sutiyo, ia tidak memungkiri bahwa faktor ekonomi sebagai penyebab pengajuan gugatan.  Terlebih pandemi Covid-19 memaksa adanya  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga mengurangi jumlah pendapatan masyarakat.

“Faktor yang menyebabkan itu, tentu masa-masa pandemi begini ya utamanya yang menjadi problem soal nafkah atau ekonomi, faktor itu yang dominan. InsyaAllah dengan kondisi yang semakin membaik nanti ke depanya akan kembali normal,” tutupnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version