Wadas Melawan, Tuntut Gubernur Ganjar Buktikan Slogannya

polisi kepung wadas

MENCEKAM: Ribuan anggota kepolisian menggeruduk Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo dengan senjata lengkap, Selasa (8/2) lalu. (Twitter Wadas-Melawan/Lingkarjateng.id)

PURWOREJO, Lingkarjateng.idWarga Wadas melawan proyek oligarki yang hendak merampas sumber hidup mereka. Untuk itu, melalui cuitan twitter @Wadas_Melawan sembari menandai akun twitter @ganjarpranowo untuk meminta orang nomor satu di Jawa Tengah itu membuktikan slogannya, Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma Mandat. Warga Wadas menuntut Gubernur Ganjar bertindak mengatasi konflik hebat di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.

Dalam akun twitternya @Wadas_Melawan menandai akun twitter @ganjarpranowo dan menuliskan: “Ingkang asmanipun bio niku geh menggambarkan diri sendiri, pak. Lha kok malah sewalike niku pripun? (Yang namanya bio itu ya menggambarkan diri sendiri, Pak. Kok malah sebaliknya itu gimana?),” cuit akun @Wadas_Melawan sembari menandai akun twitter @ganjarpranowo.

Perjuangan Warga Wadas mempertahankan sumber hidup mereka telah direspon dengan kekerasan oleh negara. Pengerahan ribuan aparat kepolisian seakan menjadi teror yang dilakukan negara terhadap warga setempat.

Solidaritas Perempuan menyebut, pernyataan Ganjar Pranowo yang mengatakan bahwa polisi yang datang tidak lepas dari menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat bertentangan dengan fakta terjadinya pengepungan. Termasuk penangkapan warga dan pendamping, intimidasi serta kekerasan yang dilakukan aparat di Desa Wadas.

“Penolakan masyarakat Wadas, terutama perempuan atas penambangan Bendungan Bener dimulai sejak tahun 2015. Bagi mereka (warga setempat, Red), tanah adalah ibu, darah daging mereka. Yakni sumber kebahagiaan, sumber keselamatan dan sumber kebijaksanaan hidup,” kata perwakilan Solidaritas Perempuan dan warga setempat yang enggan disebutkan namanya, Rabu (9/2).

Lebih lanjut, proyek penambangan batuan andesit dan Bendungan Bener dinilai akan menjadi petaka. Menganyam besek menjadi simbol perlawanan perempuan yang bertekad mempertahankan vegetasi bambu yang terancam proyek penambangan.

“Kehadiran aparat hari ini di Bumi Wadas menunjukkan bahwa Negara tidak hadir untuk pemenuhan hak dan kesejahteraan warganya, melainkan untuk merampas kehidupan warga,” lanjutnya.

Menyikapi hal tersebut, Wadas melawan. Warga Wadas juga mendesak agar intimidasi dan kekerasan di Desa Wadas dihentikan. Mereka juga ingin Polri mengembalikan barang milik warga yang dirampas paksa oleh aparat.

“Tarik mundur pasukan Polri dari Desa Wadas, bebaskan warga dan pendamping yang ditangkap paksa oleh Polsek Bener. Hentikan pengukuran tanah yang dilakukan oleh Tim Pengukur dari Kantor Pertanahan Purworejo dan rencana pertambangan di Desa Wadas, Bener, Purworejo. Pulihkan trauma warga, terutama perempuan dan anak-anak,” tuntut mereka.

Diketahui sebelumnya, polisi masuk ke Desa Wadas dengan senjata lengkap, Selasa (8/2) lalu. Kehadiran mereka menimbulkan guncangan dan trauma bagi warga, terlebih dengan penangkapan setidaknya 60 orang warga dan pendamping. termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak yang sampai saat ini masih ditahan. Disebutkan juga, Polisi menurunkan banner protes penolakan tambang batu andesit yang menjadi ekspresi perlawanan warga. Mereka juga sempat mengambil paksa alat pertanian dan pisau-pisau yang biasa digunakan untuk menganyam besek. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)

Exit mobile version