Mandek 17 Tahun, Tuntut RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Segera Disahkan

DEMO PEKERJA RUMAH TANGGA

UNJUK RASA: Massa aksi Rantai Diri tengah menyampaikan tuntutannya di depan gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, Selasa (14/12). (Dinda Rahmasari/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Para pekerja rumah tangga menggelar aksi “Rantai Diri” di depan gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, Selasa (14/12). Aksi tersebut diikuti oleh perwakilan dari Serikat Pekerja Rumah Tangga (PRT) Merdeka, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), LBH Semarang, Legal Resources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) serta sejumlah organisasi kemasyarakatan lainnya.

Massa aksi membawa berbagai poster yang berisikan tuntutan pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang telah diperjuangkan selama 17 tahun dan mandek tanpa kepastian. Dalam aksi yang mayoritas adalah perempuan itu, massa membawa barang-barang peralatan rumah tangga seperti wajan, sapu, dan tempat sampah.

Ada tiga tuntutan yang disampaikan dalam aksi serentak di Jakarta, Semarang, Makassar, dan Medan itu. Pertama, mendesak Bamus DPR mengagendakan pembahasan RUU PPRT hasil pleno Baleg DPR dalam rapat paripurna DPR terdekat.

KPPG Jateng Dukung RUU PKS segera Disahkan

Kedua, mendesak pimpinan DPR RI segera menetapkan RUU Perlindungan PRT sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR terdekat. Ketiga, pengesahan RUU Perlindungan PRT sesegera mungkin.

Koordinator Serikat PRT Merdeka, Nur Kasanah mengatakan, aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan dari berhentinya proses RUU PPRT selama 17 tahun. Padahal, dalam tiga tahun terakhir ini rancangan kebijakan tersebut masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Namun hingga saat ini tidak kunjung dibahas dan disahkan.

“Dengan aksi serentak pada hari ini yang ada di Jakarta, Semarang, Makassar, dan Medan, kami mendesak RUU PPRT ini segera dibahas dan segera disahkan pada tahun ini kalau bisa. Jangan diulur-ulur lagi,” tegasnya, Selasa (14/12).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ada dua fraksi yang menolak RUU PPRT tidak dibahas di rapat paripurna. Keduanya adalah fraksi yang menjadi mayoritas di DPR RI, yaitu Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PDIP.

“PDI dan Golkar adalah partai yang didukung oleh rakyat kecil, tetapi mereka tidak berpihak pada rakyat kecil. Bisa dilihat dari penolakan pembahasan RUU PPRT ini,” imbuhnya.

Menurutnya, RUU PPRT tidak hanya berpihak pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) saja, melainkan juga terdapat pasal-pasal yang melindungi para pemberi kerja. “Jadi kami tidak menuntut semua untuk PRT, tetapi dalam RUU ini antara dua belah pihak (PRT-Pemberi Kerja) semuanya mendapatkan perlindungan. Sebab keduanya juga berpotensi menjadi korban. Jadi dalam RUU tersebut terdapat pasal terkait perjanjian kerja, di mana hak dan kewajiban PRT dan pemberi kerja diatur,” ungkapnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version