Tolak Permenaker 2/2022, Serikat Pekerja Geruduk Gedung DPRD Jateng

permenaker 2/2022

DEMO: Serikat pekerja berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Selasa (22/2). (Dinda Rahmasari/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Massa aksi yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah menggeruduk kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah untuk unjuk rasa, Selasa (22/2). Massa aksi menuntut pemerintah mencabut aturan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 (Permenaker 2/2022) tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun. 

Aksi yang dilakukan pagi itu, juga diramaikan dengan pertunjukan teatrikal yang dilakukan salah satu anggota. Ada sejumlah orang yang berperan sebagai buruh dan satu orang mengenakan topeng berwajah Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.

Ketua Bidang Hukum dan Advokasi KSPN Jawa Tengah, Slamet Kaswanto mengatakan, pengelolaan dana JHT sebagai dana amanat tersebut harus diaudit forensik oleh auditor independen.

Sebab, pihaknya menduga uang JHT sebesar Rp 550 triliun digunakan untuk membayar hutang negara dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang ada di Kalimantan. “Ada kekhawatiran dana tersebut digunakan tidak sebagaimana mestinya. Saya menduga digunakan untuk membayar hutang negara dan pembangunan IKN,” ujarnya, Selasa (22/2).

JHT Cair Usia 56 Tahun, DPRD Pati: Itu Terlalu Lama

Padahal, menurut dia, JHT merupakan dana iuran yang diambil dari penghasilan buruh. Maka tak heran jika pihaknya meminta kebijakan tersebut dibatalkan. “Pemerintah hanya bertugas mengelola, tidak ada sepeser pun uang pemerintah di sana. Maka kami minta untuk dicabut. Kalau bisa Presiden Jokowi harus ganti Menteri Ketenagakerjaannya,” imbuhnya.

KSPN meminta mekanisme pencairan JHT kembali ke aturan lama, yakni bisa dicairkan sebulan setelah hubungan kerja seorang buruh berakhir. Aksi mendesak pencabutan Permenaker 2/2022 tersebut akan berlanjut dengan mengirimkan perwakilan ke Jakarta untuk mengikuti aksi serupa.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Jawa Tengah (Jateng) mendorong adanya dialog konstruktif antara Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dengan para tenaga kerja terkait hal tersebut.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jateng, Siti Farida mengatakan, jika kebijakan tersebut mendapat banyak pengaduan maka harus diberikan ruang yang optimal untuk menanggapi aspirasi dari para pekerja.

Lebih lanjut, Farida mengungkapkan, harus ada solusi yang berkeadilan. Solusi tersebut dapat diupayakan melalui ruang dialog antara pemerintah dan pekerja. Namun harus memperhatikan pertimbangan dari kedua belah pihak. “Harus dicari alternatif yang paling mendekati kepentingan buruh,” ujar Farida.

Di samping itu, pihaknya menyebut Permenaker 2/2022 harus ditinjau kembali. Sebab masih banyak mendapat penolakan dan pengaduan khususnya dari para pekerja. Sementara saran sikap yang harus diambil para pekerja dalam menghadapi kebijakan tersebut yakni mendesak ketegasan dan konsistensi dari pemerintah. (Lingkar Network | Dinda Rahmasari – Koran Lingkar)

Exit mobile version