SEMARANG, Lingkarjateng.id – Ada solusi jitu untuk mengurai sampah, yaitu dengan budidaya maggot. Aman dan tanpa risiko. Tidak menularkan bakteri, penyakit, bahkan kuman kepada manusia. Bahkan mampu mendatangkan pundi-pundi uang.
Banyak cara untuk mengurai Sampah Organik. Salah satunya dengan budidaya manggot. Seperti yang ada di Rumah Budidaya Maggot Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang.
Pengelola Rumah Maggot di TPA Blondo, Kabupaten Semarang, Gunardi mengaku, Rumah Maggot yang ia kelola sudah berdiri sejak 7 tahun lalu. Namun trennya baru naik sekitar tahun 2020. Dimana semua harga naik, termasuk pakan ternak. Akhirnya, Maggot dinilai menjadi alternatif agar bisa mendapatkan pakan ternak yang murah tapi berkualitas tinggi.
Maggot sendiri merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF). Ukuran lalat tentara ini lebih panjang dan besar. Memiliki fisik berwarna hitam pekat dan kaki-kakinya berwarna putih. Meskipun dari keluarga lalat, namun BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, bahkan kuman kepada manusia.
Sejak berbentuk telur lalat, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap di panen. Sementara siklus dari larva menjadi maggot hingga menjadi Pupa membutuhkan waktu 40 sampai 44 hari. Perawatan lalat BSF jadi maggot cukup mudah. Hanya membutuhkan air saja.
“Lalat BSF itu tidak makan. Hanya minum. Jadi kami rutin melakukan penyemprotan di kandang lalat BSF. Sehari bisa dua sampai tiga kali pemberian air minum ke Lalat BSF. Apalagi di musim kemarau seperti ini bisa empat kali pemberian minum. Tapi kalau musim penghujan tidak perlu. Karena yang diperlukan adalah tambahan sinar ke lalat BSF itu,” bebernya, Kamis, 28 September 2023.
Budidaya maggot memiliki banyak manfaat untuk penguraian sampah organik karena tak ada yang terbuang. Maggot mengurai sampah organik yang lebih besar 1-3 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Satu kilogram Maggot juga dapat menghabiskan 2-5 kilogram sampah organik per harinya.
“Maggot memiliki kemampuan mengurai sampah organik 1-3 kali dari bobot tubuhnya selama 24 jam. Bahkan, bisa sampai 5 kali bobot tubuhnya,” terangnya.
Selain itu, maggot memiliki kadar protein sekitar 43% jika dalam keadaan utuh, sedangkan jika dijadikan pelet kadar proteinnya antara 30% sampai 40%. Dibandingkan cacing, maggot lebih menguntungkan sebagai pakan ternak karena lebih cepat berkembangbiak dan cepat bisa dipanen.
“Kelebihan maggot ini ada pada makananya. Dimana makanan maggot adalah semua sisa makanan yang sudah sampai di TPA Blondo sini,” ungkapnya.
Selain bermanfaat untuk pakan ayam petelu, konsentrat dari maggot ini juga bisa untuk hewan ternak lainnya. Seperti ayam pedaging, burung puyuh, bebek, dan juga ikan lele, maggot pun mempunyai nilai ekonomis, yaitu bisa menjadi sumber pakan ternak dan menjadi pupuk.
Setelah maggot mati, bangkai maggot bisa digunakan sebagai pakan ternak karena kaya protein. Bahkan kepompong maggot bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Sehingga tak menimbulkan sampah baru.
Maggot yang siap dijual biasanya berumur 12 sampai 15 hari. Bahkan, ada pembeli yang juga membeli maggot saat larva itu baru berusia satu minggu, atau di saat masuk di fase baby maggot.
“Di Rumah Maggot Kabupaten Semarang ini, dijual per kilo hanya dengan seharga Rp 5 ribu saja. Meski yang order sampai 1 ton,” jelasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)