KUDUS, Lingkarjateng.id – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus tengah bersiap melakukan lompatan besar dalam sejarahnya. Setelah bertahun-tahun berproses, kampus yang terletak di Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, ini akhirnya dinyatakan memenuhi kriteria untuk beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB).
Perjalanan panjang ini mengikuti jejak pendahulunya, UIN Yogyakarta dan UIN Walisongo Semarang, yang sebelumnya juga mengalami transformasi serupa. Sejarah panjang IAIN Kudus berawal dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berstatus negeri pada tahun 1966. Enam tahun kemudian, kampus ini berubah menjadi Fakultas Ushuluddin, cabang dari IAIN Walisongo Semarang.
Rektor IAIN Kudus,Abdurrahman Kasdi mengungkapkan bahwa bibit berdirinya IAIN Kudus tidak lepas dari peran tokoh-tokoh lokal yang mendirikan Yayasan Kesejahteraan Daerah (YKD). Yayasan inilah yang merintis pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), cikal bakal dari fakultas cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
“Pada masa itu, STAI dirintis oleh Yayasan Kesejahteraan Daerah Kudus yang kemudian menjadi bagian dari IAIN Sunan Kalijaga,” katanya kepada Lingkar Jateng di Kudus pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Perkembangan STAI ini terus berlanjut, hingga pada tahun 1997, fakultas cabang di Kudus diberi kesempatan untuk mengajukan diri menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus. Pada tahun yang sama, seluruh fakultas cabang di Indonesia juga dianjurkan untuk beralih menjadi STAIN, mengubah kepemimpinan dari dekan menjadi kepala.
Di STAIN Kudus, ada empat jurusan utama yang ditawarkan, yakni Ushuluddin, Dakwah dan Komunikasi Islam, Tarbiyah, serta Syariah dan Ekonomi Islam. Setelah bertahun-tahun menjalani proses adaptasi dan pengembangan, STAIN Kudus akhirnya mengajukan peralihan status menjadi IAIN pada tahun 2014, sebuah proses yang membutuhkan waktu dan upaya yang tidak sedikit.
“Proses ini dimulai ketika Fathul Mufid menjabat sebagai kepala STAIN, dan pengajuan resminya dimulai pada tahun 2014. Akhirnya, pada tahun 2018, kampus ini berhasil beralih status menjadi IAIN Kudus, dengan rektor pertamanya, Mundakir,” kenang Kasdi.
Saat menjadi IAIN, jumlah fakultas di kampus ini bertambah menjadi lima, yakni Fakultas Ushuluddin, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, serta Fakultas Syariah.
Selain itu, terdapat 26 program studi dan program pascasarjana dengan enam prodi. Kini, setelah melalui perjalanan panjang dan berbagai transformasi, IAIN Kudus menatap masa depan sebagai Universitas Islam Negeri (UIN) Kudus.
Proses yang berlangsung lebih dari dua dekade ini menunjukkan keteguhan dan komitmen seluruh civitas akademika dalam mengembangkan kampus ini menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Indonesia. Dengan alih status ini, IAIN Kudus diharapkan dapat semakin berkontribusi dalam mencetak generasi muda yang unggul, berilmu, dan berakhlak mulia. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)