JEPARA, Lingkarjateng.id – Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Kembang Bersatu (KKB) dan Ajicakra Indonesia menggelar aksi unjuk rasa menuntut transparansi pengelolaan dana CSR penjualan limbah FABA PLTU Unit 5-6. Aksi tersebut digelar di jalan masuk PLTU Unit 5-6 Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, pada Rabu, 22 Januari 2025.
Dalam aksi tersebut, massa aksi juga menuntut adanya pemeriksaan perusahaan penerima dana CSR PLTU, menolak monopoli pengelolaan dana CSR, dan memproses secara hukum para pejabat penerima dana CSR yang melanggar kewenangan dan aturan.
Aksi unjuk rasa tersebut pun berakhir dengan audiensi di salah satu rumah makan di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.
Perwakilan dari PT Bhumi Jati Power (BJP) selaku perusahaan yang mengoperasikan PLTU Jawa 4 Unit 5-6, Ari, menyampaikan bahwa berkaitan dengan CSR pihaknya akan senantiasa mendukung ketika ada desa terdampak yang mau berkolaborasi dan melakukan komunikasi.
Terkait dengan transparansi CSR, pihaknya mempersilahkan masyarakat melihat melalui aplikasi SI MONCER yang sudah sepengetahuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara.
“Terkait pendanaan masalah apa pun atau pembangunan apa pun, apabila ada kendala dapat disampaikan sehingga nanti dapat dibicarakan,” katanya.
Ari menambahkan bahwa PT BJP telah mengikat kontrak kerja sama atas pengelolaan limbah FABA dengan PT SBI. Meski FABA bukanlah limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), namun butuh penanganan khusus.
“Kami dari PT BJP bertugas untuk menghilangkan limbah dari PLTU dan tidak mendapatkan pendapatan atas proses ini, sedangkan untuk operasional di lapangan, kami telah melakukan kerja sama dengan PT SBI,” terangnya.
Sementara itu, CSR Leader PT BJP, Handoko Agung Prabowo, menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa membuka secara gamblang besaran nominal jumlah CSR yang sudah dikeluarkan.
“Karena kami perusahaan private sektor swasta dan itu bukan urusan publik, jadi itu menjadi ranah kami terkait pengelolaannya. Jadi kami tidak serta merta bisa menyampaikan secara nominal berapa, tapi yang jelas kami setiap tahunnya menyampaikan laporan mengenai program CSR ke Kementerian ESDM dan beberapa ke Kementerian Lingkungan Hidup,” ungkapnya.
Ia menyebut, ada 5 pilar umum yang menjadi sasaran program CSR PT BJP, yaitu konservasi lingkungan, bidang pendidikan, bidang ekonomi, bidang sosial-budaya, dan bidang kesehatan.
“Terkait mekanismenya kami tidak bisa serta merta melaksanakan program CSR begitu saja, kami harus melakukan kajian atau studi kelayakan dahulu terhadap program kami, apakah layak untuk dilakukan atau tidak. Sasarannya juga harus berdasarkan hasil studi kelayakan itu, dan sasaran kami adalah kelompok masyarakat,” ujarnya.
Sejak tahun 2017 pada masa konstruksi, Handoko mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan program CSR walaupun belum mempunyai keuntungan.
“Kalau merujuk pada regulasi, perusahaan itu diwajibkan melakukan program CSR yang diambil dari keuntungan perusahaan. Besarannya berbeda-beda tergantung kajian yang kami lakukan, misalnya kajian di sektor perikanan seperti budi daya bandeng tentu berbeda secara nominal,” jelasnya.
Di sisi lain, Koordinator Transporter PT SGI, Pramono, menjelaskan bahwa PLTU Unit 5-6 mencari perusahaan yang dapat menyerap limbah FABA 100 persen. Oleh karena itu, pihaknya menawarkan kerja sama kepada PLTU Unit 5-6.
“Kami telah mempunyai perusahaan pengelolaan limbah dan telah beroperasional lama. Kami masuk karena dari perusahaan kami juga menjalin kerjasama dengan PT SGI. Kami selaku marketing perusahaan PT SBI (Solusi Bangun Indonesia) kemudian dipercaya untuk masuk ke dalam PT SGI yang melakukan kerjasama dengan PLTU TJB Unit 5-6,” jelasnya.
Pramono menegaskan bahwa tidak ada CSR dari PT BJP maupun dari PT SGI. Pihaknya bersama dengan Ponco sebatas mendapatkan penghasilan yang kemudian disumbangkan dan diberikan ke petinggi dalam bentuk hibah, bukan CSR.
“Apabila temen-temen ini punya keahlian, silahkan bekerja bersama kami karena kami mengikat kontrak kerja sama dengan 12 perusahaan,” imbuhnya.
Senada, Pemilik PT BSS selaku pihak pengelola limbah PLTU TJB Unit 1 hingga 4, Ponco, juga menegaskan bahwa perusahaannya tidak mengeluarkan CSR. CSR yang dimaksud massa aksi tersebut sebenarnya merupakan pendapatan dari pekerjaannya, di mana penghasilan tersebut disumbangkan dan diberikan ke petinggi.
“Ingat ini bukan CSR, itu bentuk hibah kami dan kami berikan ke petinggi, sehingga rasanya kurang etis apabila kami buka hal tersebut ke forum,” ucapnya.
Di lain pihak, Petinggi Desa Tubanan, Untung, dan Petinggi Balong, Muh. Parno, mengaku mendapatkan kemanfaatan dari Ponco selaku pemilik PT BSS. Mereka pun menegaskan jika pemanfaatan dana tersebut sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, seperti pembangunan jalan, penerangan jalan, dan sebagainya.
“Apabila menginginkan rincian atau akan meng-audit, monggo silahkan kami akan terbuka, dan itu bukan CSR,” tuturnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)