SEMARANG, Lingkarjateng.id – Wilayah selatan Jawa Tengah (Jateng) disebut masih mendominasi angka kemiskinan ekstrem di provinsi setempat. Hal itu diungkapkan Ekonom Ahli Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jateng, Oki Hermawan, pada Selasa, 21 Januari 2025.
Oki mengungkapkan bahwa tingginya penduduk miskin di wilayah selatan Jawa Tengah seperti Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Cilacap mayoritas berada di daerah pedesaan. Pasalnya, mayoritas penduduk desa yang bekerja sebagai petani sering mengalami gagal panen.
“Jadi karena luasan panen padi mengalami penurunan sehingga produktivitasnya turun, tentu sangat berpengaruh pada perekonomian mereka,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam FGD percepatan penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan DPRD Jateng.
“Faktor lainnya, usia SDM di sektor pertanian, banyak didominasi orang tua. Kemudian faktor impor beras. Dari hal-hal di atas, mampu memicu tingkat kemiskinan daerah,” sambungnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Jateng, Emma Rahmawati, mengungkapkan bahwa Kabupaten Kebumen menjadi wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi.
“Kemiskinan tertinggi ada di Kebumen, persentasenya ada di atas dari rata-rata Jawa Tengah, yaitu masih di atas 10 persen,” ujarnya.
Ia menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng telah berupaya untuk menekan angka kemiskinan. Salah satu caranya adalah dengan menggandeng organisasi perangkat daerah (OPD) untuk terjun secara langsung mengentaskan kemiskinan.
Namun, Emma mengakui bahwa upaya tersebut saat ini masih menghadapi sejumlah kendal.
“Jadi kita itu sudah memikirkan bagaimana kemiskinan itu turun, nah salah satunya menggunakan cara satu OPD satu desa binaan, hanya saja mereka memiliki keterbatasan karena fokusnya beda,” jelasnya.
Menurutnya, saat ini terdapat 49 OPD yang telah melaksanakan program satu OPD satu desa binaan. Namun mereka saat ini masih kesulitan menyinkronkan kinerja dalam pengentasan kemiskinan dan tugas pokok OPD.
“Misalnya inspektorat itu kerjanya pengawasan, kan dia harus menyelesaikan target pengawasan, sehingga kalau dia harus ke lapangan, mendampingi itu agak kesulitan. Memang harus kita pikirkan lagi strateginya bagaimana supaya program ini berjalan, dan sebenarnya ini juga efektif,” tandasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)