KENDAL, Lingkarjateng.id – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Kendal, khususnya di Kecamatan Kaliwungu, identik dengan tradisi weh-wehan. Tradisi weh-wehan dilakukan warga dengan saling memberi dan bertukar makanan antarsaudara maupun tetangga.
Weh-wehan berasal dari bahasa Jawa yaitu dari kata “weh” yang artinya “memberi”. Dengan begitu, “weh-wehan” berarti “saling memberi”. Selain itu, tradisi ini juga disebut ketuwinan yang artinya berkunjung.
Tradisi weh-wehan sudah turun temurun dilakukan warga di Kecamatan Kaliwungu. Biasanya, tradisi ini dilaksanakan ketika peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Warga saling mengunjungi sanak saudara dan saling memberi atau bertukar makanan.
Tradisi ini dilakukan tidak hanya untuk merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tetapi juga bertujuan untuk mempererat silaturahmi dan mengajarkan anak-anak untuk menghormati orang yang lebih tua.
Sebagai upaya untuk lebih mengembangkan dan mengenalkan tradisi tersebut ke khalayak umum, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Kendal, mengadakan Festival Weh-wehan pada Senin, 16 September 2024.
Kepala Disporapar Kendal, Achmad Ircham Chalid, mengatakan bahwa pihaknya mencoba mengangkat tradisi weh-wehan menjadi event wisata yang menarik.
“Kalau biasanya ini hanya ada di masyarakat Kaliwungu saja, hari ini kita berkolaborasi dengan pihak Masjid Agung Al-Mutaqin Kaliwungu mengadakan event yang lebih besar lagi,” ujarnya.
Ia mengatakan, Festival Weh-wehan yang digelar di Ruang Terbuka Hijau Kaliwungu melibatkan dari kota dan kabupaten lain.
“Alhamdulillah dari Kota Semarang dan Kabupaten Semarang saat ini juga gabung,” tambahnya.
Dengan begitu, festival tersebut diharapkan bisa menjadi salah satu event nasional nantinya.
“Jadi tidak hanya event lokal saja, tapi bisa menjadi event nasional,” harapnya.
Sementara itu, Sekretaris Panitia Pekan Maulid Nabi Masjid Al Muttaqin Kaliwungu, Muhammad Soleh, mengatakan bahwa dalam tradisi weh-wehan ada makanan khas bernama sumpil yang disajikan warga. Sumpil sendiri merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus menggunakan daun bambu.
“Ini menjadi makanan ikon saat weh-wehan. Bentuknya menyerupai segitiga, menggambarkan bintang yang filosofinya pada saat kelahiran Nabi itu diterangi bintang,” terang Soleh. (Lingkar Network | Arvian Maulana – Lingkarjateng.id)