41,3 Persen Pasien Katarak Jateng Tidak Sadar Derita Gangguan Penglihatan

katarak jateng

TINJAU: Pengunjung RS Mata JEC-Candi Semarang sedang melihat-lihat alat yang dipakai untuk menangani pasien yang mengalami gangguan penglihatan. (Adhik Kurniawan/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Berdasarkan laporan Pusat Data dan Informasi (Datin) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan 41,3 persen pasien katarak di Jawa Tengah (Jateng) tidak sadar menderita gangguan penglihatan.

Bahkan berdasarkan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB 2014-2016) menyebut, prevalensi kebutuhan pada penduduk usia 50 tahun ke atas di Jawa Tengah mencapai 2,7 persen. Angka tersebut diketahui hanya sedikit di bawah rata-rata nasional 3,0 persen.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Rumah Sakit (RS) Mata JEC-Candi @Semarang, Sri Inakawati, saat grand opening layanan Subspesialistis, Sabtu (29/1). Dia mengatakan, masyarakat Jawa Tengah bahkan tidak tahu jika katarak bisa disembuhkan.

Gelar Vaksinasi Anak, Binda Jateng Bagikan Susu dan Biskuit

“Katarak itu bisa diobati dan pulih dengan operasi. Makanya diagnosis (pemeriksaan) itu perlu,” kata Inakawati.

Inakawati menjelaskan, tahapan utama yang harus dilakukan adalah diagnosis. Karena dengan diagnosis dokter bisa mengetahui kondisi mata yang harus ditangani dengan operasi atau tidak.

“Tahapannya pemeriksaan, selain itu juga harus berdampingan dengan dokter retina saat pemeriksaan. Karena jika didiagnosis misalnya di belakang katarak ada pendarahan retina maka bisa langsung ambil langkah penanganan,” jelas Inakawati.

Kesempatan sama, Presiden Direktur JEC Eye Hospital and Clinics, Johan Hutauruk menyebut, temuan kasus katarak rata-rata menyerang usia di atas 60 tahun. Gangguan penglihatan tersebut banyak terjadi karena Indonesia berada di daerah tropis.

DPRD Jateng Harapkan KITB Bangkitkan Ekonomi Nasional

“Itu karena kita hidup di daerah tropis di mana paparan matahari mengakibatkan angka kejadian katarak lebih tinggi. Itu (katarak) karena paparan sinar ultraviolet (matahari). Jadi alasan banyak petani zaman dulu memakai topi caping ya untuk menghalangi atau mengurangi paparan itu,” terang Johan.

Oleh sebab itu, Johan menambahkan, masyarakat harus melakukan skrining atau pemeriksaan mata. Sebab, hal itu bisa menjadi deteksi dini terkait kondisi kesehatan mata.

“Orang harus melakukan skrining mata, misal bayi lahir prematur karena belum sempurna harus di-skrining dampak dari matanya. Terus usia sekolah juga jika terlihat ada kelainan karena sering menonton TV terlalu dekat juga perlu diperiksa. Itu semua supaya tidak terlalu banyak masyarakat yang mengalami gangguan penyakit mata,” tutup dia. (Lingkar Network | Adhik Kurniawan – Koran Lingkar)

Exit mobile version