BLORA, Lingkarjateng.id – Tokoh dan masyarakat berharap kepada Pemerintah Kabupaten Blora berhasil memperjuangkan Dana Bagi Hasil Migas (DBH) Cepu. Hal itu guna mengentaskan kemiskinan.
Hal itu disampaikan Arif Firmansyah, salah satu warga yang berjualan kopi di kawasan pusat jalan wisata Tirtonadi. menurutnya, terkait DBH migas itu amat sangat penting untuk diperjuangkan.
Pihaknya mengatakan, jika memang APBD rendah, kedua adalah tingkat wilayah yang bisa dikatakan penghasilnya rendah kemiskinan juga tinggi.
“Nilai angka bunuh diri tinggi, setanting tinggi, perceraian tinggi, terus ditambah HIV dan Aids juga tinggi, jadi itu adalah salah satu daerah yang dominan bisa dikatakan miskin,” ucapnya, Kamis, (14/10).
Ia meminta jika DBH itu berhasil didapatkan bisa membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat kabupaten Blora.
“Nah untuk meningkatkan itu semua saya harap jika DBH itu berhasil didapatkan bisa membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat kabupaten Blora,” jelasnya.
Sementara itu Seno Margo Utomo menyampikan informasi dari kementrian keuangan terbaru kemarin untuk produksi blok Cepu, dari awal sampai sekarang, sudah mencapai 500juta barel. Dan itu senilai pendapatan ke negara sejumlah Rp 249 triliun.
“Pertanyaan yang menggelitik adalah, Blora sudah mendapatkan berapa?,” kalau Bojonegoro sudah triliunan kita kita zonk, atau belum banyak, ada participacing interest (bagian saham) PI tapi sedikit ada pajak juga gak banyak dalam hal ini DBH nol kalah dengan kabupaten lain,” ucapnya.
Seno juga menambahkan terkait DBH migas masih ada dua cara yang hari ini masih diyakini oleh pemkab yang pertama yaitu dengan lobi-lobi ke kementrian.
“Dan itu mungkin bisa mendapatkan tapi kayaknya pakeknya pasal eksternalitas, jadi daerah yang terdampak mungkin tidak besar,” terangnya.
Dirinya juga mempertanyakan lambatnya gerak lobi sama tak transparanya proses lobi tersebut, dan yang kedua ada cara yaitu judsial review ke makahmah agung.
“Nah judivisial makahmah agung ini jalan legal sesuai amanat undang undang bukan ilegal jadi boleh, yang kedua ini bukan soal pusat dengan daerah karena yang kita minta adalah hak daerah yang 15,5% bukan jatah pusat yang 84,5%, kenapa hak daerah nggak dapat,” terangnya. (Lingkar News Network | Koran Lingkar Jateng)