DEMAK, Lingkarjateng.id – Wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) kembali merebak di berbagai daerah termasuk di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Pangan (Dinpertan) Kabupaten Demak, Sri Padyastuti, mencatat ada puluhan hewan sapi yang terjangkit PMK.
“Di Demak sendiri hingga tanggal 8 Januari 2025 ini sudah ada 29 ekor sapi yang terkena PMK yaitu di 4 kecamatan, yaitu di Dempet, Wonosalam, Karangawen dan Sayung. Total itu data dari bulan November 2024 hingga Januari 2025 ini baru hanya ada sapi, untuk hewan lain kami belum terima laporan,” beber Sri saat ditemui di kantornya pada Rabu, 8 Januari 2025.
Sri menjelaskan bahwa populasi sapi di Kabupaten Demak ada sekitar 3.600 ekor, kerbau sekitar 2000 ekor, dan kambing 30.500 ekor.
Dari total tersebut, Sri menyebut hewan sapi yang terjangkit PMK paling banyak ada di Kecamatan Karangawen.
“Paling banyak di Karangawen, dari 29 kasus ada 14 kasus PMK di sana,” ucapnya.
Menurut Sri, penyebaran virus PMK ke hewan dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung, udara vektor (penyebaran melalui serangga), dan kontak dengan kotoran.
“Sentuhan langsung antara hewan yang terinfeksi dan hewan sehat, melalui benda atau permukaan yang terkontaminasi virus dan lainnya,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut kata Sri, manusia bisa menjadi salah satu faktor penularan virus PMK pada hewan.
“Manusia bisa menularkan virus itu. Karena saat kita melakukan kontak langsung kepada hewan yang terjangkit virus tersebut kemudian kita ke kandang lain maka kita akan membawa virus itu. Maka biasanya kalau petugas kita melakukan pemeriksaan langsung kita bersih-bersih dahulu sebelum pindah ke kandang lainnya,” bebernya.
Dia juga menjelaskan, ada beberapa gejala yang dialami oleh hewan yang terjangkit wabah penyakit PMK.
“Ada luka pada mulut dan kuku, demam, kehilangan nafsu makan, diare, kehilangan berat badan, kesulitan berjalan, bahkan kematian,” jelasnya.
Kendati demikian, kata Sri, hewan yang terinfeksi virus PMK aman dikonsumsi oleh manusia.
“Masih aman dikonsumsi. Karena budaya kita, kan, kalau masak daging pasti lama, jadi virus dipastikan pada mati semua,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sri mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini terus melakukan sosialisasi kepada para peternak terkait pencegahan penularan PMK.
“Setiap hari kita turun ke lapangan mensosialisasikan penyakit PMK bersama Bhabinkamtibmas dan Babinsa. Saat ini kita tidak punya vaksin, jadi kita hanya bisa mensosialiasikan,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa pencegahan dan pengendalian terhadap wabah penyakit PMK adalah dengan vaksinasi.
“Pemerintah pusat akan pengadaan vaksin pada akhir bulan Januari. Kita bisa melakukan vaksinasi mungkin di awal Februari 2025,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menekankan agar para peternak tidak menolak jika hewan ternaknya dilakukan vaksinasi.
“Kendalanya kadang peternak itu menolak dilakukan vaksinasi terhadap hewannya. Karena memang adanya kabar habis vaksin hewannya nggak mau makan dan lainnya. Padahal itu memang reaksi dari vaksin, mungkin sehari atau dua hari memang begitu tapi selanjutnya kan aman,” pungkasnya. (Lingkar Network | M. Burhanuddin Aslam – Lingkarjateng.id)