Listening Skill, Kemampuan Dasar Manusia yang Kerap Dilupakan

ILUSTRASI: Sekelompok pebisnis muda sedang berdiskusi. (Freepik @wut.anunai/Lingkarjateng.id)

ILUSTRASI: Sekelompok pebisnis muda sedang berdiskusi. (Freepik @wut.anunai/Lingkarjateng.id)

Lingkarjateng.id – Dalam suatu hubungan, baik itu hubungan antar pasangan, kelompok, individu, maupun korporasi menjalin komunikasi yang efektif merupakan satu keberhasilan dalam menjaga keberlangsungan hubungan sosial. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah antara si pemberi informasi dan pemberi respons atau pendengar. Berkomunikasi tidak hanya sekedar kedua belah pihak saling bicara, tapi juga bagaimana menjadi pendengar yang baik. Sayangnya, kemampuan mendengarkan atau listening skill kerap dilupakan.

Seperti dikatakan Helmi Yahya, dalam menjalin komunikasi tidak hanya butuh kemampuan public speaking tetapi ilmu mendengar juga penting. Sebab, seringkali miskomunikasi, konflik, pertikaian itu terjadi karena pihak lain tidak mendengarkan. Bahkan ketika berada di posisi sebagai speaker sekalipun, kemampuan mendengarkan masih tetap diperlukan.

Berikut ini tips menjadi pendengar yang baik agar komunikasi terjalin secara dua arah, efisien dan efektif dan tidak menimbulkan salah persepsi.

1. Mendengar dengan sepenuh hati

Sikap penuh perhatian dalam proses komunikasi menjadi faktor penting agar lawan bicara bisa merasakan ketulusan dan ketertarikan kita terhadap pembicara. Mendengar dengan sepenuh hati berarti kita hadir dan fokus terhadap apa yang disampaikan lawan bicara dan menyaring gangguan yang menyebabkan gangguan dan kebisingan yang bisa berupa notifikasi handphone, sibuk dengan pikiran masing-masing, atau mengalihkan fokus pada hal lain.

Pun ketika menjadi speaker, ada kalanya harus mendengarkan pendapat orang lain. Jangan sampai menjadi speaker yang egois dengan tidak mengizinkan orang lain berbicara.

2. Jangan menyela pembicaraan

Sebelum menyampaikan ide, pendapat dan gagasan sebaiknya dengarkan informasi atau cerita sampai selesai. Jangan tiba-tiba memotong pembicaraan misalnya dengan mengganti topik atau interupsi lain karena dapat menimbulkan suasana komunikasi menjadi tidak nyaman.

Menyela di tengah-tengah dialog merupakan sikap yang tidak sopan serta bisa membuat pembicara merasa tidak dihargai. Konsentrasi mendengarkan pembicara sampai selesai dapat mencegah timbulnya konflik akibat prasangka pribadi. Sebaiknya, gunakan jeda dari pembicara untuk menyampaikan ide, opini, penyangkalan dan sebagainya. Tentu saja dengan tetap bersikap sopan agar lingkungan yang terbentuk tetap kondusif.

3. Berpikiran terbuka

Dalam forum diskusi, dialog, atau komunikasi lainnya kita tidak boleh tergesa-gesa dalam memberikan kesimpulan bahkan sebelum pembicara selesai menyampaikan materinya. Berpikir seolah kita sudah tahu apa yang akan disampaikan si pembicara padahal informasi yang disampaikan ternyata berbeda itulah yang membuat kita sampai pada kesimpulan yang salah. Hal inilah yang bisa memicu konflik.

4. Empati non verbal

Memberikan respons atau reflek terhadap informasi yang disampaikan pembicara adalah salah satu bentuk kesopanan dalam berkomunikasi, dengan demikian pembicara merasa dihargai karena yang disampaikan itu benar-benar diperhatikan. Terkadang, jika komunikasi itu berupa curhatan seorang teman sikap mendengarkan jauh lebih berarti ketimbang menyela cerita dan memberikan masukan yang kemungkinan justru tidak diperlukan. Sebab dalam kondisi tertentu seseorang hanya ingin meluapkan isi pikirannya, bukan untuk dihakimi.

Dengan mempraktikkan menjadi pendengar yang baik akan membantu kita  untuk saling memahami satu sama lain, menghindari miskomunikasi, serta membangun hubungan yang baik. (Lingkar Network | Ulfa – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version