Kuliner Kudus, Tiwul yang Laris Manis hingga Mancanegara

b3

SUKSES: Muna Inayati saat sedang memamerkan produknya. (Alifia Elsa Maulida / Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id – Muna Inayati, seorang ustadzah yang juga seorang hafidzah (penghafal al-Qur’an) menggeluti usaha kuliner tiwul sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia pada Maret 2020.

Tiwul dengan nama d’tiwul miliknya itu mempunyai harapan tersendiri. Huruf ‘d’ di awal kata tiwul memiliki makna doa. Baginya, doa merupakan salah satu ikhtiar untuk mewujudkan harapan-harapannya.

Tiwul yang dijual dengan harga mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 27 ribu itu sudah laris manis hingga ke mancanegara seperti Malaysia dan Timor Leste. Dalam sehari, ia bisa menjual ratusan dus tiwul kepada pelanggannya.

“Rata-rata per hari bisa mencapai 100-an, kalau sepi biasanya masih bisa menjual sampai 30-an,” jelasnya, Kamis (11/11).

Keunggulan dari tiwul miliknya terletak pada kualitas rasanya. Banyak para penjual tiwul lain yang mencoba menyaingi dengan menjual tiwul dengan harga yang lebih murah, tapi belum bisa menandinginya.

“Ada pelanggan yang dulu sempat membandingkan harga tiwul kami dengan penjual lain, tapi akhirnya dia balik lagi berlangganan ke kami karena kualitas rasanya memang beda,” ujarnya.

Tiwul yang dijualnya itu merupakan resep turun temurun dari keluarga. Di tempat yang sederhana, ia membuat tiwul dengan bahan gaplek, kelapa, dan toping rasa seperti coklat, nangka, dan keju.

Ustadzah yang juga seorang ibu dari empat anak itu meyakini bahwa usaha tiwulnya sekarang berjalan lancar karena berkah dari dirinya dan suaminya mengabdi di pondok pesantren. “Kami sempat menjual motor untuk menyambung hidup kami. Tapi kami bersyukur usaha yang kami bangun bisa bertahan sampai sekarang,” kenangnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version