SALATIGA, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Salatiga menggelar rapat paripurna dalam rangka mendengarkan penjelasan Wali Kota atas pertanyaan yang diajukan DPRD dalam hak interpelasi, Senin, 19 Mei 2025. Ada 4 pertanyaan yang diajukan DPRD, yakni terkait rencana relokasi pedagang Pasar Pagi, rencana pengurangan tambahan penghasilan pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kemudian, rencana pengurangan tenaga harian lepas dan kebijakan penghentian sementara pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang PDRD secara sepihak. Empat hal yang ditanyakan tersebut dibacakan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga Saiful Mashud.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Salatiga Robby Hernawan menyatakan, berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pasal 146 ayat (1) bahwa belanja pegawai maksimal 30 persen. Sedangkan Pemkot Salatiga saat ini untuk belanja pegawai mencapai Rp 450 miliar atau setara dengan 40 persen dari APBD Kota Salatiga yang berarti melampaui batas proporsional yang ditentukan oleh regulasi tersebut.
“Merujuk pada Pasal 146 ayat (2) UU HKPD, dalam hal persentase belanja pegawai melebihi ambang batas 30 persen, maka Pemerintah Daerah diwajibkan untuk melakukan penyesuaian porsi belanja pegawai tersebut paling lama dalam jangka waktu 5 tahun sejak tanggal diundangkannya berlaku,” jelas Robby.
Salah satu upaya untuk memenuhi ketentuan tersebut, kata Robby, diperlukan konversi pekerjaan terhadap THL dengan melakukan penjajakan dengan pihak swasta agar tingkat pengangguran tidak bertambah, namun ketentuan yang berlaku dapat dilaksanakan.
“Untuk mengimplementasikan hal tersebut saat ini, Pemerintah Kota Salatiga masih menunggu kebijakan lebih lanjut dari Pemerintah Pusat terkait permasalahan bagi non ASN yang tidak terdata pada pangkalan database BKN. Sedangkan pernyataan pada media online itu merupakan antisipasi apabila Pemerintah Pusat menghapus/menghentikan THL, sehingga solusinya adalah dengan menyalurkan ke PT.SCI ataupun perusahaan swasta lainnya yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perusahaan. Sehingga hal tersebut belum merupakan Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga,” tegasnya.
Kemudian terkait rencana pemindahan pedagang pasar pagi, Robby menjawab bahwa amanat Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan menyebutkan, pembangunan pasar rakyat diwajibkan untuk memenuhi kriteria tertentu guna menjamin fungsi dan kelayakan sarana perdagangan tersebut.
“Saat ini kondisi Pasar Pagi Salatiga merupakan pasar tradisional yang beroperasi setiap hari mulai pukul 01.00 WIB hingga 06.30 WIB (sesuai dengan Perwali No.38 Tahun 2018). Pasar ini menempati area parkir milik Pasar Raya 1. Kegiatan Pasar Pagi memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi masyarakat, namun juga menimbulkan permasalahan tata ruang, lalu lintas, dan fasilitas umum,” ujarnya.
40 Pedagang Pasar Pagi Hadiri Rapat Paripurna Interpelasi DPRD Salatiga
Maka dari itu, lanjut Robby, diperlukan revitalisasi Pasar Raya 1 dan 2 dengan langkah melakukan pemindahan dan penertiban terhadap pedagang pasar.
Sebelum mengambil kebijakan, Dinas Perdagangan telah melakukan sosialisasi awal terkait rencana pemindahan Pasar Pagi dengan mengundang Ketua Paguyuban dan Ketua Kelompok Pedagang Pasar Pagi pada 17 April 2025. Audiensi awal Audiensi juga telah dilakukan antara Wali Kota Salatiga dengan Ketua Paguyuban dan Ketua Kelompok Pedagang Pasar pada tanggal 28 April 2025 di Ruang Kerja Wali Kota Salatiga yang juga dihadiri oleh Perangkat Daerah terkait.
“Pemkot Salatiga juga akan membentuk tim persiapan penataan Pasar Pagi yang melibatkan OPD terkait, FKUB, Akademisi, TNI, POLRI dan Paguyuban Pedagang,” katanya.
Terkait penghentian sementara pemberlakukan Perda Nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah khususnya pengenaan retribusi sampah, Robby menjelaskan, prinsip dasar pemungutan retribusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 UU HKPD bahwa adanya layanan dari pemerintah. Terhadap retribusi sampah kategori rumah tangga belum dapat dilakukan karena Pemkot Salatiga perlu melakukan evaluasi pelaksanaan Perda Nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah khususnya retribusi pelayanan kebersihan persampahan kategori rumah tangga.
“Belum dipungut retribusi karena Dinas Lingkungan Hidup Belum dapat memenuhi kewajiban untuk melayani pengambilan sampah dari rumah tangga karena masih kurangnya SDM dan Sarpras untuk mengangkut sampah dari rumah tangga ke TPA. Belum dilaksanakannya sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat tentang penerapan tarif retribusi persampahan kelompok rumah tangga,” terangnya.
Sementara, terkait pengurangan TPP, Robby menyatakan, hal itu merupakan kewenangan dari Kepala Daerah sebagai Pembina ASN. Hal tersebut tertuang dalam pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Wali kota Nomor 1 tahun 2025 tentang pemberian TPP ASN di lingkungan Pemerintah Daerah yang berbunyi TPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD setiap tahun didasarkan atas besaran alokasi TPP, jumlah Pegawai ASN sesuai jabatan, serta dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah. Jadi kebijakan penurunan TPP yang dilansir media elektronika ini adalah belum ada.
“Penurunan TPP pada prinsipnya dapat dipantau dan diawasi oleh DPRD melalui Peraturan Daerah tentang APBD untuk itu terhadap isu yang sedang beredar saya sebagai Wali Kota akan selalu melakukan koordinasi dan DPRD di dalam menetapkan TPP sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Sekar S