JEPARA, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara menerima audiensi dari masyarakat Dukuh Toplek dan Pendem, Desa Sumberejo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, terkait keberadaan tambang di desa tersebut.
Rombongan masyarakat Dukuh Toplek dan Pendem diterima oleh Bupati Jepara, Witiarso Utomo, melalui Asisten II Sekda Jepara, Heri Yulianto, di Ruang Rapat 1 Sosrokartono Setda Jepara, pada Senin, 28 April 2025.
Turut hadir Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan (PDL) di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Mina Nusanti; Kepala Cabang Dinas ESDM Kendeng Muria, Dwi Suryono; Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara, Aris Setiawan; Kasat Reskrim Polres Jepara, AKP M. Faizal Wildan; Kasi Datun Kejari Jepara, Hengky Firmansyah; dan dinas terkait lainnya.
Dalam audiensi tersebut,warga Dukuh Toplek dan Pendem menolak adanya kegiatan produksi tambang di Desa Sumberejo dan adanya pembukaan tambang baru di wilayah Dukuh Toplek dan Dukuh Pendem oleh CV Senggol Mekar GS. MD karena dinilai merusak lingkungan.
Sebagai informasi, di Desa Sumberejo saat ini terdapat lima tambang yang sudah memiliki izin dan dikelola oleh CV dan PT, di antaranya PT Selo Giri Barokah, CV Mukong, CV Bumi Sumber Artha Makmur, CV Senggol Mekar GS. MD, dan CV Batu Intan.
Namun, masyarakat Dukuh Toplek dan Pendem hanya mempermasalahkan aktivitas produksi tambang baru yang dikelola CV Senggol Mekar GS MD.
Asisten II Sekda Jepara, Heri Yulianto, menyampaikan bahwa pihaknya akan melaksanakan diskusi khusus dengan DLHK dan ESDM Provinsi Jawa Tengah terkait persoalan tersebut.
“Segala aktivitas perizinan ada di naungan beberapa instansi. Izin tambang ada di Pemprov Jateng, dan izin itu sudah dikeluarkan. Kita harus melihat masalah ini secara keseluruhan, mungkin tidak hanya CV Senggol Mekar,” katanya.
“Apakah kurang evaluasi, pengawasan atau apanya. Kita juga harus berfikir apakah salah operasional tambang CV Senggol Mekar yang sudah berizin? Jangan sampai kita juga diadu domba,” sambungnya.
Pihaknya pun meminta masyarakat untuk melapor jika memang ada data dokumen yang tidak sesuai dengan disertai bukti pendukung.
“Kita akan ukur semua kriteria. Jika nanti ke depan kalau sudah operasional lalu terjadi pelanggaran, maka bisa dievaluasi. Silahkan masyarakat bisa melaporkan kalau memang ada data dokumen yang tidak sesuai, dengan bukti pendukung juga,” ujarnya.
Kewajiban Penambang
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas ESDM Kendeng Muria, Dwi Suryono, mengatakan bahwa dalam beroperasinya tambang tentu mempunyai kewajiban, salah satunya yaitu membayar pajak.
“Izin itu diurus dan diterbitkan melalui proses yang tidak cepat, tambang juga punya kewajiban pemberdayaan masyarakat. Tidak harus selalu memberi bantuan. Bisa melalui memberi beasiswa, dan lainnya. Ada juga kewajiban CSR. Biasanya untuk bina lingkungan,” katanya.
Terkait mata air, lanjut Dwi, itu berada di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurutnya, elevasi mata air berada di 25 mdpl, sedangkan tambang tersebut berada di sekitar 100 mdpl.
“Kita batasi di sekitar 50 mdpl. Saya pun memahami kalau masyarakat khawatir. Kalau rumah yang terlalu dekat, infonya kami mendengar sudah ditawari tukar ganti di lokasi lain. Itu juga merupakan salah satu solusi,” ujarnya.
Dwi menambahkan, adanya kegiatan pertambangan juga harus memberikan kemaslahatan bagi masyarakat sekitar. Setelah tambang selesai beroperasi pun wajib adanya rehabilitasi lingkungan.
“Pada awal setelah dan sebelum terbitkan PKKPL, kita pasti ke lapangan. Kita pastikan lokasinya, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan PKKPL. Sesuai kewenangan kami memang kami meninjau langsung lokasi, tapi kan tidak harus mengundang warga untuk ikut serta,” katanya.
Terkait dengan debu dan kebisingan, kata Dwi, hal itu mempunyai ukuran yang diperbolehkan dari sisi kesehatan, yaitu harus berada diambang batas aman.
“Misalnya kalau yang bisa dituntut dalam kewajibannya yaitu sebulan sekali warga difasilitasi periksa kesehatan atau yang lainnya,” tuturnya.
Perizinan dan Investasi
Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan (PDL) di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Mina Nusanti, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki wewenang memeriksa dokumen perizinan.
Sebelum pemeriksaan dokumen, pihaknya juga mengkonfirmasi ke DPUPR Jepara dan DLH Jepara terkait kesesuaian tata ruang.
“Dalam konteks CV Senggol Mekar, semua detail sudah disesuaikan. Dampak sudah dikaji di dokumen lingkungan. Mereka sudah ada komitmen untuk menekan dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas yang dijalankan CV Senggol Mekar. Mereka harus melaporkan ke kami dan DLH Kabupaten Jepara setiap 6 bulan sekali,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Jepara, Aris Setiawan, meminta masyarakat turut ikut menjaga iklim investasi di Kabupaten Jepara.
“Jepara ini iklim investasinya bagus, mohon dijaga kondusifitasnya. Kami perlu melihat kondisi riilnya di lapangan. Kami tentu mendengar uneg-uneg semua, tapi kita juga melihat dasar aturannya,” katanya.
Pihaknya pun tidak ingin masyarakat melapor hanya berdasarkan kekhawatiran tanpa disertai data pendukung.
“Kita dukung investasi, tapi kita dukung kemaslahatan masyarakat. Kita jadikan pilot project di Sumberejo. Kalau sudah berizin akan diawasi rutin. Tolong jangan sampai kita ditunggangi oleh pihak lain untuk tidak menciptakan iklim yang kondusif di Jepara,” ujarnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)