KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI, Maruarar Sirait, meninjau langsung kondisi Perumahan Subsidi Ungaran Asri Regency (Punsae) yang bermasalah di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, pada Selasa, 29 April 2025.
Dalam kunjungannya, Maruarar menerima berbagai aduan warga Perumahan Punsae, mulai dari persoalan sertifikat hingga ancaman longsor di lingkungan permukiman tersebut.
Salah satu aduan paling mendesak disampaikan Ketua RW 20 Perumahan Punsae, Julianto Deni Saputra. Ia mengungkapkan bahwa sebanyak 66 warga yang telah melunasi pembayaran unit rumah sejak enam tahun lalu, hingga kini belum menerima sertifikat kepemilikan.
“Ternyata sertifikat milik warga yang sudah lunas pembayarannya itu jadi diagunkan ke Bank BTN oleh dua pengembang perumahan ini,” katanya.
Tak hanya persoalan administratif, warga juga mengeluhkan kondisi fisik lingkungan yang rawan bencana. Menurut Julianto, kawasan permukiman Punsae kerap terdampak banjir dan longsor. Sedikitnya 10 rumah rusak berat bahkan hilang akibat tanah longsor.
Menurutnya, pengembang yang mendapat predikat terbaik di Kabupaten Semarang versi Bank BTN itu pernah berjanji akan membangun talud dan sistem drainase yang baik, tapi hingga kini tak ada realisasi
“Untuk membuat talud ini kami warga di sini harus bergotong royong membangun talud ini sendiri. Sekarang, pengembang malah kabur melarikan diri, dan tidak bertanggung jawab atas kondisi di perumahan ini,” ujarnya.
Merespons aduan tersebut, Menteri PKP Maruarar Sirait menyatakan bahwa seluruh permasalahan di Perumahan Punsae sudah masuk ke ranah hukum. Ia langsung menugaskan Dirjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian PKP untuk mengusut tuntas kasus tersebut dalam waktu tiga hari.
“100 persen ranahnya hukum, sudah pasti. Dan hal ini akan kami dorong dan akan kami bantu,” kata Ara, sapaan akrabnya.
Nantinya, Dirjen Tata Kelola akan melakukan audit dan evaluasi untuk mengusut masalah yang dialami warga Perumahan Punsae.
“Semua harus diungkap, semuanya harus diaudit, minta data dan awal prosedur persetujuan pembangunan perumahan di sini sama BPKP dan BPK, semua harus jelas ya. Bahkan jika ada oknum pegawai yang bermain harus disikat habis, jangan ragu untuk menyelesaikan permasalahan di sini,” tegasnya.
Ia juga menyoroti skema pembayaran yang dilakukan langsung ke pengembang tanpa melalui sistem perbankan. Hal itu, menurutnya, membuka celah penyalahgunaan dan harus menjadi pelajaran bagi seluruh pihak dalam pengawasan proyek perumahan subsidi.
“Soal perizinan juya harus jelas, pemberian kredit di Bank BTN juga harus diperiksa semuanya, pengembang yang lari harus kita kejar. Makanya saya tegaskan, ini Bank BTN harusnya jangan asal kasih kredit, pilih pengembang yang benar-benar bertanggung jawab,” katanya.
“Apalagi di sini masyarakat bertransaksinya langsung ke pengembang bukan ke Bank BTN, artinya ini pembayaran yang tidak resmi melalui perbankan. Makanya harus diusut tuntas,” tegasnya.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, mengaku bahwa izin proyek perumahan tersebut tidak dikeluarkan pada masa kepemimpinannya.
Meski demikian, ia mengaku pernah menjalin komunikasi dengan pengembang bernama Prayit, yang saat itu berjanji akan menyelesaikan persoalan di Perumahan Punsae.
“Sebetulnya kami juga sudah berkomunikasi dengan pihak pengembang yang namanya Pak Prayit, bahkan dia berjanji akan menyelesaikan persoalan ini secara bertahap,” tukasnya.
Sementara itu, perwakilan Bank BTN Kabupaten Semarang mengaku bahwa pihaknya juga turut dirugikan kasus tersebut.
“Sertifikatnya itu bagian dari proyek, dan diagunkan oleh pengembang atau notaris, karena jika diagunkan oleh pengembang dan belum ada penebusannya, maka tidak bisa diserahkan kalau belum selesai, artinya kami ini juga korban,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)