KENDAL, Lingkarjateng.id – Bupati Kendal Dyah Kartika Permanasari menyebut angka perceraian di Kendal pada tahun 2024 mencapai 1.565 kasus dengan salah satu penyebab utamanya adalah pernikahan dini yang didominasi oleh anak remaja perempuan.
Bupati menyebut, perceraian yang didominasi pernikahan usia dini ini bukan hanya memicu masalah rumah tangga yang retak, tetapi potensi generasi yang akan kehilangan arah dan pondasi yang rapuh untuk menapaki masa depannya.
“Mereka belum matang secara fisik dan mental, namun sudah harus memikul tanggung jawab berumah tangga,” ujar Mbak Tika, Selasa, 22 April 2025.
Hal ini menurut Mbak Tika, tentunya dapat menimbulkan berbagai persoalan dan rentan mengalami kekerasan, kesulitan ekonomi, bahkan anak yang dilahirkannya berpotensi menderita stunting.
Terlebih, saat ini angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih saja terjadi. Pada 2024 ada sebanyak 72 kasus, kemudian pada 2023 mencapai 126 kasus.
“Ini bukan hanya angka, tetapi banyak cerita duka serta luka dari saudari-saudari kita atau anak-anak kita,” ungkap Mbak Tika.
Selanjutnya yang tak kalah penting adalah stunting yang masih menjadi ancaman nyata bagi masa depan Kabupaten Kendal. Tahun 2024 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 17,43 persen dan masih terdapat 24.141 keluarga yang masuk kategori beresiko stunting.
“Ini adalah peringatan bagi kita semua bahwa ketahanan keluarga, edukasi yang memadai dan pemenuhan kebutuhan gizi harus menjadi prioritas utama,” jelasnya.
Ia menyampaikan Pemerintah Kabupaten Kendal telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai wadah perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
“Selain itu, dibentuk juga Tim Sinergitas Pentahelix untuk Rujukan, Kampanye, Konseling, dan Edukasi untuk mencegah pernikahan dini secara lebih terarah dan berkelanjutan,” lanjutnya.
Mbak Tika menegaskan upaya ini merupakan komitmen nyata bersama karena perlindungan dan pemberdayaan perempuan serta anak bukanlah tugas individu atau instansi tertentu melainkan tanggung jawab bersama.
“Kita bersama seluruh elemen bangsa, negara harus hadir memastikan setiap perempuan dan anak mendapatkan haknya untuk hidup aman, tumbuh dan berkembang tanpa rasa ketakutan,” pungkasnya. (Lingkar Network | Arvian Maulana – Lingkarjateng.id)