SALATIGA, Lingkarjateng.id – Sebanyak 13 mahasiswa dari KEIO University, Jepang sukses membuat nasi tumpeng di kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Praktik membuat makanan khas Indonesia tersebut merupakan bagian dari kegiatan Program Intensif Bahasa dan Budaya Indonesia (PIBBI) yang diselenggarakan UKSW Salatiga bekerjasama dengan KEIO University Jepang.
Mereka antusiasme menata nasi berbentuk kerucut yang melambangkan harapan serta kesejahteraan, dihiasi beragam lauk yang kaya akan rasa dan makna. Tak hanya itu, selama dua minggu di Salatiga, mahasiswa KEIO juga menyelami bahasa serta budaya Indonesia dalam nuansa akademik yang intensif.
“Membuat tumpeng itu sulit, terutama membentuknya dengan sempurna. Tapi rasanya enak! Sedikit pedas, tapi saya sudah terbiasa. Secara umum, saya sangat menyukai makanan Indonesia,” kata Kei, mahasiswa KEIO dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Sabtu, 8 Maret 2025.
Sebelumnya, para mahasiswa KEIO Jepang itu, juga telah menyusuri lorong-lorong pasar tradisional Salatiga. Pengalaman tawar-menawar dengan pedagang lokal menjadi pelajaran komunikasi yang tak didapatkan di ruang kelas.
Lebih dari itu, program PIBBI KEIO juga menggelar sesi culture sharing dengan mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Bachelor of International Primary Education (BIPE) UKSW. Mahasiswa UKSW akan memperkenalkan permainan tradisional seperti engklek dan gobak sodor, sementara mahasiswa Jepang memperkenalkan permainan khas dari Negeri Sakura.
Tidak hanya sekadar belajar bahasa, pengalaman tinggal bersama keluarga angkat atau homestay memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kehidupan di Indonesia.
Ayano, salah satu peserta program, menceritakan kesannya.
“Saat saya sakit, nenek di homestay memasakkan bubur untuk saya. Saya sangat tersentuh. Orang Indonesia sangat baik,” katanya.
Kepala Sub Bagian LTC Dian Widi Sasanti, menegaskan bahwa program PIBBI telah berjalan sejak 1973, sementara mahasiswa Keio mulai rutin mengikuti PIBBI sejak tahun 2008.
“PIBBI mengombinasikan pembelajaran bahasa dengan budaya. Kami ingin mahasiswa Jepang tidak hanya memahami tata bahasa, tetapi juga menangkap esensi kehidupan masyarakat Indonesia. Mereka belajar tidak hanya di kelas, tetapi juga dari interaksi sehari-hari dengan mahasiswa UKSW,” jelasnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)