KUDUS, Lingkarjateng.id – Panen padi perdana tahun 2025 mulai dilakukan di Kabupaten Kudus tepatnya di Kecamatan Kaliwungu pada Jumat, 14 Februari 2025.
Dalam panen perdana tersebut, gabah milik para petani di Kecamatan Kaliwungu langsung dibeli oleh Bulog sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg).
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Kabupaten Kudus, Agus Setiawan, menyampaikan bahwa sebenarnya lahan sawah yang siap panen yakni berada di Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Undaan. Namun, sementara ini yang sudah bisa panen terlebih dahulu yakni di Kecamatan Kaliwungu.
“Total luasan sawah yang sudah siap panen itu 5.000-6.000 hektare dari total MT (Masa Tanam) 1 yang ditanami sekitar 8.000 hektare,” katanya.
Ia menyebut, untuk wilayah Kaliwungu total luas lahan sawah yang bakal dipanen yakni sekitar 600 hektare dengan gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan yakni mencapai 6 ton per hektare.
“Kami ikut memantau dan memastikan bahwa GKP milik petani dibeli oleh Bulog sesuai HPP yang ada yakni Rp 6.500,” ucapnya.
Kepala Gudang Bulog Kaliwungu Kudus, Eko Setyawan, mengatakan bahwa berdasarkan instruksi dari Presiden Prabowo Subianto pihaknya memang diwajibkan untuk membeli GKP langsung ke petani sesuai dengan HPP.
“Ini baru pertama kali kami wajib untuk membeli GKP langsung ke semua petani,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Bulog akan membeli hasil panen padi milik semua petani. Bahkan, semua kualitas padi akan dibeli dengan harga yang sama sesuai HPP yang telah ditetapkan.
“Semua kualitas akan kami terima, targetnya untuk di Kudus sendiri bisa menyerap sekitar 23.000 ton GKP,” ucapnya.
Proses pengambilan GKP sendiri dilakukan oleh Bulog dengan datang langsung ke lokasi sawah yang sudah siap panen. Selanjutnya, hasil panen akan dibawa ke tempat penggilingan dan pengeringan terdekat.
“Kami ingin prosesnya efektif dan efisien. Nanti setelah kami lakukan penimbangan, pembayaran akan langsung kami berikan kepada petani, bisa secara cash atau transfer,” bebernya.
Firda Kurniawan (30), seorang petani asal Desa Gamong, Kecamatan Kaliwungu, mengaku senang karena saat ini Bulog bisa turun langsung untuk membeli hasil panennya sesuai HPP. Pasalnya, kata dia, selama ini harga beli gabah sering kali dipermainkan oleh oknum tengkulak.
“Hari ini yang saya panen itu satu hektare dan dibeli oleh Bulog seharga Rp 6.500 per kilogram. Dengan harga segitu ya bagus, apalagi pihak Bulog mau turun langsung ke petani. Kalau tidak turun langsung itu harga bisa dimainkan oleh tengkulak,” ungkapnya.
Firda menceritakan, pada masa tanam sebelumnya dirinya sudah menjual hasil panen sekitar 4 hektare lahan sawah kepada tengkulak. Namun, tengkulak membeli gabah hasil panennya hanya seharga Rp 6.000 per kilogram.
“Jadi ini Bulog membeli hasil panen para petani lebih mahal daripada tengkulak,” sebutnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap ke depannya Bulog bisa terus membeli hasil panen langsung ke para petani. Hal itu supaya tidak ada permainan harga oleh para oknum tengkulak.
“Kalau Bulog tidak turun langsung nanti harganya bisa dimainkan oleh tengkulak, karena sebelumnya seperti itu,” ucapnya.
Firda menambahkan, estimasi hasil panen sawah satu hektare nantinya bisa menghasilkan sekitar 7 ton gabah. Hasil panen tersebut menurun jika dibandingkan dengan masa tanam sebelumnya yang bisa menghasilkan 8-9 ton gabah per hektare.
“Karena untuk masa ini itu sempat terdampak banjir dan hama tikus. Jadi walaupun ini hasilnya sudah untung, tapi tidak bisa maksimal seperti sebelumnya,” pungkasnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus S. – Lingkarjateng.id)