JEPARA, Lingkarjateng.id – Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Kabupaten Jepara pada 2023 mengalami penurunan di banding tahun 2022.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jepara dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Bustanul Arif mengatakan, berdasarkan data dari BPS Jepara, tingkat kemiskinan di Kora Ukir memang terus menurun sejak 2012. Penurunan terbesar pada 2018 yakni 1,12 persen. Hanya saja pada 2020 hingga 2021 kemiskinan kembali naik karena adanya pandemi Covid-19.
“Per Maret 2023, angka kemiskinan Jepara turun 0,27 persen menjadi 6,61 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 6,88 persen,” papar Bustanul.
Bustanul menerangkan, jumlah penduduk miskin di Jepara pada Maret 2023 sebesar 86,75 ribu orang, sedangkan pada bulan yang sama tahun 2022 jumlah penduduk miskin sebesar 89,08 ribu orang, artinya tahun ini jumlah orang miskin di Jepara menurun 2,33 ribu orang. Sedangkan garis kemiskinan di Jepara naik Rp36.513 per kapita/bulan menjadi Rp479.132 per kapita/bulan dibanding tahun lalu yang hanya sebesar Rp442.618 per kapita/bulan.
“Kami mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara dalam menurunkan angka kemiskinan, tentu ini hasil kerja keras semua pihak yang mampu bersinergi dengan baik,” terang Ketua Fraksi PPP DPRD Jepara.
Meski begitu, pihaknya mengimbau kepada Pemkab Jepara untuk tidak berpuas diri. Tapi harus semakin melecut kinerjanya agar angka kemiskinan di Bumi Kartini bisa ditekan lebih rendah lagi. Untuk itu dirinya berharap Pemkab Jepara dapat terus konsisten dalam program pembangunan yakni berpedoman pada RPJMD dalam penyusunan RKPD dan APBD.
“Pemkab Jepara harus terus melakukan sinkronisasi terhadap program-progam yang sudah direncakan, serta terus mengajak peran masyarakat demi mempercepat terwujudnya Jepara Madani Yang Berkarakter, Maju Dan Berdaya Saing,” sambung politisi Partai Berlambang Ka’bah.
Selain melalui progam-progam yang telah ada, upaya menurunkan angka kemiskinan juga dapat diupayakan dengan mengubah pola pikir masyarakat. Pasalnya, banyak dari masyarakat yang tidak berkata jujur saat dilakukan sensus atau survei lantaran masih berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah
“Banyaknya program bantuan yang digulirkan, jika pola pikir penerimanya tidak diubah, maka angka kemiskinan akan tetap tinggi,” pungkasnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Lingkarjateng.id)